Cari Keadilan ke MK, Komunitas Ahmadiyah Sodorkan 15 Kasus

ADVERTISEMENT

Cari Keadilan ke MK, Komunitas Ahmadiyah Sodorkan 15 Kasus

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 24 Agu 2017 15:42 WIB
Sidang MK (ari/detikcom)
Jakarta - Komunitas Ahmadiyah mencari keadilan ke Mahkamah Kontitusi (MK). Mereka meminta para penjaga konstitusi itu menafsirkan UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.

Dalam berkas permohonan yang dikutip detikcom, Kamis (24/8/2017), komunitas Ahmadiyah menyodorkan 11 kasus untuk meyakinkan majelis hakim. 11 Kasus itu adalah:

1. Penyegelan Masjid Al Furqon, Kersamaju, yang dilakukan oleh Satpol PP pada 31 Maret 2015.

2. Penyegelan Masjid Al Hidayah, Depok yang dilakukan oleh sekelompok orang pada 19 Maret 2011. Hal itu berulang pada Februari 2017 yang dilakukan oleh Kepala Satpol PP Pemkot Depok.

3. Pembakaran dan penyegelaan Masjid Al Furqon, Parakansalak, Sukabumi oleh massa pada 28 April 2008. Setelah itu Satpol PP Sukabumi menyegel masjid itu pada 26 Juli 2016.

4. Perusakan Masjid Al Kautsar, Kendal, Jawa Tengah pada Mei 2016.

5. Pelarangan penggunaan masjid An Nashr, Pekanbaru pada 12 Oktober 2010. Larangan itu seiring surat Wali Kota Pekanbaru ke jemaah Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatan mereka.

6. Perusakan Masjid Cipeuyeum pada 13 Maret 2011.

7. Penghentian pembangunan masjid di Kunto Darussalam pasda April 2017.

8. Penggembokan Masjid Al Misbah, Jatibening Baru, Bekasi pada 14 November 2011.

9. Pembakaran Masjid Cisalada pada 1 Oktober 2010 oleh sekelompok orang.

10. Penyegelan masjid Baitul Rahim, Singaparna pada 12 April 2012 malam.

11. Penolakan penerbitan e-KTP 1.400 orang Desa Manislor, Kuningan pada 2012.

12. Penolakan pencatatan akta nikah di Pengadilan Agama Tanjungpinang pada 16 April 2015.

13. Perusakan Masjid Mahmud, Singaparna pada 15 April 2010 siang

14. Perusakan Masjid dan rumah anggota Ahmadiyah di Ciaruteun, Bogor pada 11 Maret 2011. Sebanyak 7 KK warga Ahmadiyah mengungsi.

15. Kasus pengusiran dan perusakan rumah anggota Ahmadiyah Lombok, NTB.

Duduk sebagai pemohon yaitu Anisa Dewi, Ary Wijanarko, Asep Saepudin, Dedeh Kurniasih, Dikki Shadiq Anshari, Iyep Saprudin, Erna Rosalia, Faridz Mahmud Ahmad, Hapid, Haryono, Indra, Lidia Wati, Lika Vulki, Mubarik, Nanang Darojat, Nurhalim, Sayidul Mukhsin, Siti Khodijah, Siti Masitoh dkk. Total pemohon sebanyak 25 anggota komunitas Ahmadiyah.

"Jika pemerintah beranggapan aliran tertentu bisa berkomentar, bahkan menentukan nasib aliran lain dalam agama yang sama, apakah ini berarti pemerintah juga bisa memastikan aliran mana yang diterima Tuhan Yang Maha Esa dan mendapat pintu khusus ke surga-Nya?" kata pemohon.

Dalam permohonannya, mereka menyatakan UU Penodaan Agama bertentangan dengan Pasal 28C ayat 2 UU 1945 yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

UU a quo juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Pemohon juga mendalilkan pelanggaran pasal-pasal lain di UUD 1945. Oleh sebab itu, pemohon meminta MK menafsirkan pasal di UU Penodaan Agama dimaknai:

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatam mana menyimpang dari pokok-pokok ajatam agama itu

"Dinyatakan secara konstitusional bersyarat bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai persangkaan terhadap Wagra Negara Indonesia di komunitas Ahmadiyah yang hanya beribadah di tempat ibadahnya secara internal dan tidak di muka umum," pinta pemohon. (asp/rvk)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT