Di tengah panasnya suhu politik nasional, kelompok ini justru mencari keuntungan dengan cara menawarkan proposal kepada beberapa pihak terkait jasanya menyebarkan ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah. Hal tersebut menjadi bukti ada yang memanfaatkan keadaan, seperti pribahasa 'memancing di air keruh'.
"Kalau menurut saya, orang yang memberi peluang seperti itu di mana-mana ada, misal peluang nyuri organ itu ya, misalnya nyulik bayi, itu kan sama saja, atau korupsi kan sama saja menguntungkan diri sendiri. Tindak pidana itu biasanya orang mencari keuntungan diri," kata pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Muzakir, saat dihubungi pada Rabu (23/8/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, demi hukum yang berkeadilan, kepolisian harus menindak semua aduan yang mengindikasikan adanya penyebaran hate speech. Setiap pelaku, baik yang berasal dari pendukung pemerintah atau tidak, harus diusut semua karena perlakuan hukum haruslah sama terhadap terduga pelaku.
"Kalau menurut saya, perbuatan itu kan dilarang dalam hukum pidana. Maka kepada siapa saja yang di dalam pernyataan baik tulisan, lisan, atau medsos semuanya harus ditindak dan diberlakukan yang sama. Jangan sampai menimbulkan bermaksud menindak ujaran kebencian, tapi justru penegak hukum menyebarkan kebencian juga. Maka siapa pun mereka yang melakukan penyebaran kebencian harus ditindak dan jangan ada pandang bulu penyebaran ujaran kebencian," ujarnya.
Penindakan terhadap tiap pelaku juga harus dilakukan sesuai prosedur. Ia menyebut kepolisian juga harus bersikap netral ketika menindak pelaku.
"Hukum harus dikedepankan dan penegak hukum harus netral dalam konteks ini siapa saja harus diproses secara netral tanpa melihat siapa korban dan pelakunya," tutur Muzakir.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan tindakan grup Saracen yang menawarkan jasa penyebaran ujaran kebencian sangat tidak terpuji. Sebab, tindakan kelompok ini bertujuan meraih keuntungan ekonomi di tengah rawannya isu SARA yang sedang menyeruak belakangan ini.
"Yang sangat mengkhawatirkan dari terbongkarnya sindikat Saracen ini adalah bahwa ada motif transaksional antara sindikat penyebar kebencian dengan pihak yang memanfaatkan jasa sindikat tersebut untuk kepentingan yang sangat tidak terpuji," kata Charles dalam keterangan tertulis.
Apalagi, menurut Charles, dikhawatirkan ada kelompok yang memanfaatkan jasa Saracen untuk mendapatkan tujuan tertentu. Saracen sendiri menyebarkan isu SARA bukan karena pemahaman mereka sesat atau radikal, namun karena menjadikan isu SARA sebagai objek mencari duit.
Adapun kepolisian menegaskan akan memburu kelompok selain Sarasen yang sering menyebarkan isu SARA di media sosial. Pihak-pihak yang kerap menyebarkan isu SARA kini tengah diusut polisi.
"Masih banyak seperti Saracen yang lainnya yang kita ungkap, otaknya (Saracen) kita ambil sebagai pelajaran dari orang lain, kita monitor dan tangkap dan pantau," kata Kabag Mitra Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono ketika dihubungi detikcom, Rabu (23/8) malam.
Polisi juga akan mengincar pemesan jasa penyebaran ujaran kebencian.
"Siapa-siapanya belum bisa disampaikan, masih dalam kajian," ucapnya.
Namun Awi masih menutup rapat-rapat siapa pihak yang pernah menggunakan jasa Saracen ini. Hal itu lantaran polisi masih mengumpulkan barang bukti. Sebab, pengumpulan barang bukti ini tidak bisa hanya berasal dari pengakuan pelaku.
"Tidak bisa kita katakan, memang kesulitannya membuktikan siapa yang pesan ini. Benang merahnya itu tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan,tapi kita sudah pegang pengakuan itu," terang Awi.
Sebelumnya kepolisian menangkap tiga anggota sindikat Saracen. Mereka berinisial JAS, MFT, dan SRN.
Sindikat Saracen kerap mengirimkan proposal kepada beberapa pihak terkait jasanya untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah.
Para tersangka memiliki peran masing-masing, misalnya JAS sebagai ketua, MFT di bidang media informasi, dan SRN berperan sebagai koordinator grup wilayah.
JAS selaku Ketua Grup Saracen merekrut para anggota melalui daya tarik berbagai unggahan yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial. Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, maupun meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lainnya.
"JAS dipercaya oleh kelompok Saracen karena memiliki kemampuan untuk me-recovery akun anggotanya yang diblokir dan bantuan pembuatan berbagai akun baik yang bersifat riil, semi-anonymous, maupun anonymous," sambungnya.
Hal ini diketahui berdasarkan temuan banyaknya hasil scan KTP dan paspor, data tanggal lahir, serta nomor handphone pemilik akun. Untuk menyamarkan perbuatannya, JAS sering berganti nomor HP dalam pembuatan akun e-mail maupun Facebook.
Sementara itu, MFT, yang ditunjuk sebagai pengurus bidang media informasi, mempunyai peran menyebarkan ujaran kebencian lewat meme atau foto yang telah diedit sebelumnya. Dia juga kerap mem-posting ulang akun-akun yang membuat status terkait dengan sentimen suku dan agama.
Sedangkan SRN, yang ditugasi sebagai koordinator wilayah, mempunyai peran yang hampir sama dengan MFT. Dia menyebarkan posting-an yang bernada SARA atas nama diri sendiri ataupun mem-posting ulang dari akun lain.
Diketahui, SRN alias Sri Rahayu Ningsih merupakan orang yang pernah mengunggah posting-an yang menghina Presiden Joko Widodo. Ia ditangkap di Cianjur pada (5/8) karena dianggap telah meresahkan dengan menebar kebencian bermuatan SARA.
Selain itu, polisi menemukan beberapa sarana yang digunakan oleh Saracen dalam menyebarkan ujaran kebencian. Konten-konten yang bermuatan SARA itu ada di grup FB Saracen News, Saracen Cyber Team, dan Saracennewscom.
Ketiga pelaku yang ditangkap ini dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Barang bukti dari JAS berupa 50 SIM card, 5 hard disk CPU, 1 hard disk laptop, 4 handphone, 5 flashdisk, dan 2 memory card.
Sementara itu, dari tersangka SRN, polisi menyita 1 handphone, 1 memory card, 5 SIM card, dan 1 flashdisk. Terakhir dari SRN, barang bukti yang disita adalah 1 laptop dan hard disk, 1 handphone, 3 SIM card, dan 1 memory card. (yld/yld)











































