Ada tiga pasal dalam UU Nomor 34/2014 yang digugat oleh Soleh, yaitu Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat 2, dan Pasal 48 ayat 1. Majelis hakim konstitusi meminta agar pemohon mengelaborasi pasal-pasal itu.
"Yang lebih utama dielaborasi tiga pasal itu inkonstitusionalnya di mana, diperkuat alasannya. Itu bisa saja jadi pintu masuk. Tapi uraikan di mana letak inkonstitusional pasal yang diuji," ujar Anwar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setoran itu tidak ada di UU. Di Permen (Peraturan Menteri) Agama saja adanya," tutur Wahiduddin.
Hal lain yang ditanyakan oleh Wahiduddin adalah perbedaan antara dana haji dan keuangan haji. Dia minta dalam gugatan lebih diperdalam apa perbedaan antara dana haji dan keuangan haji.
"Supaya lebih fokus yang diuji. Betul yang diuji itu keuangan haji apa dana haji. Harus diuraikan secara tepat. Dipertajam betul, jangan terlalu jauh norma-norma yang diuji, betul-betul difokuskan. Di tiga pasal itu semua keuangan haji, jangan tercampur, meski dana haji masuk keuangan haji," paparnya.
Sementara itu, hakim Aswanto mengatakan, membaca gugatan dari Soleh, dia menangkap kerugian yang dialami oleh pemohon lebih ke arah kerugian finansial, bukan kerugian konstitusional. Dia meminta Soleh lebih memperkuat argumen soal kerugian konstitusional yang dia alami.
"Saya minta untuk dielaborasi kembali. Kalau dibaca sepintas dan yang disampaikan, yang kita bisa tangkap, kerugian pemohon ketika uang setoran awal digunakan adalah mengalami kerugian finansial. Walaupun di bagian kedudukan hukum, pemohon sudah sampaikan ada kerugian konstitusi yang terjadi. Ini yang perlu dielaborasi, kerugian konstitusi yang bagaimana dengan norma yang diuji. Supaya kami lebih yakin bahwa ini bukan kerugian finansial tapi konstitusional," papar Aswanto. (bis/asp)











































