"Begitu kita pertengahan di sana pertama saya sempat juga pertengahan gitu kan. Ya waduh itu kan ini bisa sampai nggak ya tapi di sana itu kita perbanyak istigfar, jadi sepanjang jalan Allah Allah Allah, lama-lama juga sampai," kata Heni di Wisma Bhayangkari Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2017).
Pesan untuk memperbanyak istigfar ini memang disampaikan oleh keluarganya saat Hani meminta izin untuk mendaki Carstensz. Dia juga diminta untuk tidak bersikap sombong dan harus ramah terhadap alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hani juga menceritakan kesulitannya saat harus menjajal salah satu pegunungan tertinggi di dunia itu. Latihan fisik telah dilakukan. Namun saat pendakian, dia tetap harus mengatur nafas agar tetap bisa bertahan.
"Kesulitannya mengatur irama nafas kita saat oksigen makin menipis, melangkah pun nafas kita tersenggal-senggal. Jadi kita tuh yang sabar pelan, jadi irama itu harus diatur, jadi kita nggak boleh yang buru-buru, pelan. Kesulitannya di situ," terangnya.
Tak hanya itu, dia juga harus bertahan saat terkena badai salju. Air yang semula panas pun berubah cepat menjadi dingin. Tangan para peserta ekspedisi ini pun membiru karena saking dinginnya cuaca.
"Medannya soalnya kami di sana waktu saya pertengahan saya kena badai salju, badai salju terus tangan kita sudah biru semuanya di bibir semua itu air yang tadinya air panas itu sudah jadi dingin," imbuhnya.
Namun berkat keyakinan dari seluruh anggota tim ekspedisi, dia berhasil menaklukkan pegunungan tertinggi di Asia Tenggara itu. Momen saling memberi semangat satu sama lain menjadi pemicu setiap Polwan untuk melewati masa-masa jenuh selama pendakian.
"Kami terprogram semuanya jadi kita bekerja apa yang kita di situ yakin pasti bisa aja nggak ada tekanan bawaan itu itu kan jadi semakin semakin. Ya sudah jalanin aja gitu nanti juga hari juga berlalu begitu entar juga malam juga sampai," ucapnya. (knv/idh)