Sebagai anggota Babinsa, Serka Darwis menjadi yang paling dekat dengan masyarakat di Desa Maroko. Dia tahu semua kesulitan masyarakat dan membantu mencari solusi.
"Jadi ini di tempat saya, kondisi sosialnya beda. Ada beberapa suku. Kondisi sosialnya buruk, contohnya suka mabuk-mabuk. Tantangannya di bulan pertama, sore hari jelang magrib saya jalan. Di jembatan ketemu warga 2 orang, rupanya mereka sudah konsumsi alkohol," kata Serka Darwis saat acara d'Happening, yang ditayangkan pada Sabtu (19/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serka Darwis sadar bahwa dia orang baru di daerah tersebut sehingga harus memperkenalkan diri. Meski demikian, sikap tegas juga tetap perlu ditunjukkan.
"Jadi pada saat itu tidak ada pilihan lain, saya bertindak keras untuk selesaikan. Kalau tidak, saya jadi bulan-bulanan dan bahkan saya akan terganggu tugasnya," ucap Serka Darwis.
Dia sebenarnya punya cara sederhana untuk mendekati masyarakat. Kuncinya adalah persahabatan.
"Mereka itu saya ajak bersahabat. Yang tua saya jadikan kakak, yang orang tua saya jadikan orang tua. Komunikasi dengan baik, saya jalankan tugas itu atas dasar perintah, arahan, bimbingan dari pimpinan. Si darwis ini bukan apa-apanya, yang hebat itu pimpinannya," ujarnya.
Arahan pimpinan itu juga dijalankan Serka Darwis saat ada kesepakatan antara Kementan dan TNI soal ketahanan pangan. Dia mendapat tugas khusus untuk turun ke sawah.
Sebenarnya, warga di Desa Maroko sudah terbiasa turun ke sawah, tapi ternyata pengolahannya belum sesuai dengan aturan. Serka Darwis awalnya nggak 'pede' bisa mendampingi warga.
"Tapi dengan niat saya yang tulus, saya lakukan. Saya prihatin lihat kondisi di situ. Sebelum ada pendampingan, sawah diolah tidak beraturan. Sini panen, sana olah. Saya cari, saya ajak, saya beri pemahaman. Alhamdulillah berjalan sampai 2016 sudah mencapai 340 hektar," ucapnya.
"Kami buka lahan, mencangkul. Saya ajak mereka. Saya bukan berarti jadi mandor, saya orang terdepan," pungkas Serka Darwis, yang merupakan anak petani.
(imk/nkn)