Jaksa Agung Minta Fatwa ke MK dan MA untuk Batasi Permohonan Grasi

Jaksa Agung Minta Fatwa ke MK dan MA untuk Batasi Permohonan Grasi

Yulida Medistiara - detikNews
Jumat, 18 Agu 2017 15:06 WIB
Jaksa Agung M Prasetyo (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Jaksa Agung M Prasetyo akan berkirim surat ke Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Surat itu dimaksudkan untuk meminta fatwa penghapusan pembatasan permohonan grasi.

"Saya sudah minta kepada Jampidsus dan Jampidum, kita akan minta fatwalah kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi biar ada kepastian, kalau nggak gantung terus, kita tidak bisa melaksanakan putusan sudah inkrah, sementara dimainkan para terpidananya untuk mengulur waktu," kata Prasetyo di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (18/8/2017).


Permohonan itu berkaitan dengan niat Prasetyo untuk kembali melakukan eksekusi terpidana mati. Prasetyo mengatakan dalam putusan MK yang baru tidak memberi batasan kapan pengajuan grasi dilakukan, sedangkan sebelumnya diatur grasi diberi waktu 1 tahun setelah putusan inkrah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Fatwa tentang kepastian itu. Sekarang kan tidak ada batasan waktu kapan dia mengajukan grasi, dia ngomong saya mau mengajukan grasi, tapi kapan mengajukan grasinya itu yang tidak ada kepastiannya. Dulu 1 tahun setelah keputusan inkrah sekarang sudah dihapuskan, ini yang kita akan mintakan fatwa," ujarnya.

Surat tersebut akan dikirimkan Kejaksaan Agung (Kejagung) secepatnya. Meskipun di UU Grasi tidak mengatur secara eksplisit, menurut Prasetyo kepastian mengajukan atau tidaknya grasi oleh terpidana sangat penting karena menyangkut hak asasi manusia.


"Justru terpidana mati itu harus ditunggu betul, nanti kalau dia sudah mati, sudah ditembak kemudian grasinya turun bagaimana, salah pula nanti jaksanya," ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu. Namun demikian, grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati.

Putusan itu diketok atas permohonan pembunuh bos Asaba, Suud Rusli, yang menggugat UU Grasi. Sebelum putusan MK diketok, grasi maksimal diajukan 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya atas Pasal 7 Ayat (2) UU tentang Grasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap ketua majelis hakim Arif Hidayat dalam sidang di gedung MK, Rabu (15/6/2016).

Pasal 7 Ayat 2 berbunyi:

Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Namun demikian, untuk mencegah digunakannya hak mengajukan grasi oleh terpidana atau keluarganya, khususnya terpidana mati, untuk menunda eksekusi atau pelaksanaan putusan, seharusnya jaksa sebagai eksekutor tidak harus terikat pada tidak adanya jangka waktu tersebut apabila nyata-nyata terpidana atau keluarganya tidak menggunakan hak atau kesempatan untuk mengajukan permohonan grasi, atau setelah jaksa selaku eksekutor demi kepentingan kemanusiaan telah menanyakan kepada terpidana apakah terpidana atau keluarganya akan menggunakan haknya mengajukan permohonan grasi," ucap majelis hakim.

Menurut MK, tindakan demikian secara doktriner tetap dibenarkan meskipun ketentuan demikian tidak diatur secara eksplisit dalam UU Grasi.

"Sehingga demi kepastian hukum tidak ada larangan bagi jaksa selaku eksekutor untuk menanyakan kepada terpidana atau keluarganya perihal akan digunakan atau tidaknya hak untuk mengajukan grasi tersebut," putus majelis dengan suara bulat.

(yld/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads