DPR tetap saja mengusulkan pembangunan gedung baru. Akhir Juli ini, mereka minta gedung baru dan apartemen yang akan dibangun di tanah bekas Taman Ria Senayan, Jakarta yang masih berada di kompleks parlemen.
Saat diminta tanggapannya terkait wacana pembangunan gedung baru DPR dan apartemen, Wakil Presiden Jusuf Kalla balik bertanya. Wapres JK lebih dulu meminta juru warta mengingat kembali bahwa 5 tahun lalu pemerintah mengeluarkan anggaran ratusan miliar rupiah untuk rehabilitasi kompleks rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
JK pun meminta anggota DPR menempati rumah dinas yang telah disiapkan dan direnovasi tersebut ketimbang minta apartemen. Menurut dia, sayang anggaran ratusan miliar yang digunakan untuk renovasi akan terbuang sia-sia jika apartemen untuk anggota DPR tetap dilanjutkan.
Terkait wacana pembangunan gedung baru DPR, Wapres JK juga mengisyaratkan pemerintah tak bisa memenuhi. Alasannya saat ini pemerintah masih dalam moratorium pembangunan gedung baru.
Bukan kali ini saja, DPR mendapat penolakan setiap kali akan meminta gedung baru. Dalam catatan detikcom usulan pembangunan gedung baru itu sudah muncul sejak 2006. Alasannya ruang yang tersedia tak lagi mampu menampung 560 anggota DPR dan staffnya.
Usulan tersebut ditindaklanjuti oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dengan menyusun grand design kompleks parlemen. Pada Oktober 2008, sekretariat jenderal DPR melakukan lelang konsultan untuk mereview masterplan, AMDAL dan audit struktur gedung.
Tahun 2009 Sekretariat Jenderal DPR menyodorkan konsep gedung dengan desain huruf U terbalik. Terdiri atas 36 lantai, lengkap dengan kolam renang, pusat kebugaran, dan spa. Tak pelak, usulan ini pun membuat gaduh lantaran biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 1,6-1,8 triliun. Biaya untuk satu ruang anggota dengan luasan 100 meter persegi mencapai Rp 800 juta atau seharga satu rumah mewah di kota Solo, Jawa Tengah kala itu.
Pada April 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pembangunan gedung DPR baru tak dilanjutkan jika tak mendesak. DPR tetap melobi agar pembangunan gedung dilanjutkan dengan menurunkan anggaran menjadi Rp 1,13 triliun. Namun penolakan dari masyarakat terus berlanjut. Sebulan kemudian Ketua DPR Marzuki Alie membatalkan proyek pembangunan gedung tersebut.
Nyatanya, upaya mengusulkan pembangunan gedung baru tak hilang. Tahun 2014 dari Rp 27 triliun anggaran yang diajukan, DPR mengusulkan Rp 2,7 triliun di antaranya digunakan untuk membangun gedung baru.
Namun setahun kemudian, muncul usulan dari DPR untuk membangun 7 megaproyek di dalam kompleks parlemen. Lagi-lagi publik menolak 7 megaproyek tersebut.
DPR kemudian menurunkan jumlah proyek dari semula 7 menjadi 3. Namun anggaran yang dibutuhkan tetap mencapai Rp 2,08 triliun itu. Perinciannya untuk renovasi dan pengembangan kompleks kawasan parlemen mendapat jatah anggaran sebesar Rp 1.592.433.500.000.
Sementara untuk pembangunan alun-alun demokrasi dan basement buat visitor center dijatah Rp 478.604.000.000. Anggaran ini diajukan secara tahun jamak atau multiyears. Pemerintah tak menyetujui megaproyek tersebut lantaran masih dalam moratorium pembangunan gedung.
![]() |
Dua tahun kemudian, DPR kembali minta dibuatkan gedung baru. DPR mengajukan anggaran Rp 5,7 triliun. Sebagian dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun gedung baru dan apartemen.
Lagi-lagi pemerintah mengisyaratkan tak akan merestui proyek tersebut. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah masih dalam moratorium pembangunan gedung baru.
"Sementara ini pemerintah memutuskan masih moratorium pembangunan gedung-gedung baru, terkecuali sekolah, rumah sakit dan balai penelitian," kata JK.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini