ANRI berkantor di Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan. Di dalamnya, terdapat diorama sejarah Indonesia. Untuk mengakses foto, video, dan dokumen bersejarah, pengunjung bisa mencoba mencarinya di bagian layanan arsip.
Saat detikcom berkunjung ke ANRI, Selasa (15/8/2017), resepsionis mempersilakan untuk menukarkan kartu identitas dengan kunci loker. Sesudah menyimpan tas di loker, maka pengunjung bisa memasiki ruang layanan arsip.
![]() |
"No Bag, no camera, no phone," demikian tanda di bagian dalam ruang arsip. Seorang arsiparis bernama Ibu Ayu memandu saya cara bagaimana mencari dokumen di sini. Dia menunjukkan map berisi nomor-nomor buku katalog yang berisi keterangan foto, video, atau dokumen yang hendak dilihat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya, Anda mau melihat foto koleksi Indonesian Press Photo Service (IPPHOS), maka nomor katalognya F 52," kata Ibu Ayu.
Maka bergeraklah saya ke rak katalog di sebalik pembatas. Di sini ruangan cukup dingin karena AC bekerja dengan baik. Katalog F 52 cukup tebal. Pencarian acak untuk menemukan hal-hal yang menarik agak sulit dilakukan, kecuali bila Anda punya cukup waktu untuk mencari dari katalog ke katalog.
![]() |
Tak ada komputer untuk mencari dengan cepat dokumen-dokumen yang disimpan di sini. Jadi semua pencarian dilakukan dengan cara membolak-balik halaman katalog berisi nomor, keterangan singkat soal foto, dan periodesasi tahun. Sebagian kecil, ada keterangan pratinjau foto yang tercetak kecil, namun sebagian besar tidak ada pratinjau foto seperti itu.
Rata-rata foto di sini merentang dari era 1940-an. Ada yang sudah terproses digitalisasi, ada yang belum. Dokumen dan peta bisa lebih tua lagi, misal dari Abad 18 atau Abad 19.
Salah seorang pengunjung dari stasiun televisi swasta kebetulan juga sedang mencari video penyelenggaraan Asian Games di era terdahulu. Dia berharap pencarian bisa lebih mudah dilakukan semudah mengakses YouTube. Tapi ANRI belum menyediakan kemudahan seperti itu.
![]() |
Tentukan pilihan kita berdasarkan keterangan (caption) di halaman katalog itu. Kita catat nomornya di formulir peminjaman, kemudian formulir itu kita serahkan ke petugas nomor. Maksimal 30 nomor pilihan. Petugas bakal menyampaikan nomor foto pilihan itu ke petugas yang lain lagi, yakni di bagian kantor yang lain. Setelah itu, pengunjung ANRI harus menunggu 30 menit untuk dipanggil.
Setelah petugas memanggil dari balik meja, pengunjung datang menjemput dan diserahi amplop-amplop berisi foto rekues kita tadi itu. Amplop-amplop foto yang saya dapatkan itu seukuran 10x20 cm kira-kira. Kita cek itu satu per satu. Bila sudah cocok, nanti bisa minta tolong untuk dicetak, bayar tentunya. Hasil cetak akan keluar paling cepat tiga hari kerja mendatang.
Bisakah kita memotret foto dalam amplop itu menggunakan ponsel kita? Tidak boleh. Saya sendiri sudah dilarang sejak awal untuk memotret foto itu. Namun begitu foto ada di depan saya, kamera ponsel saya aktifkan untuk membuktikan sejauh mana aturan ini ditegakkan. Betul saja, Ibu Ayu datang kembali mengingatkan saya untuk menghapus semua potret foto yang saya gandakan menggunakan ponsel. Kalau ngeyel, ponsel bisa disita.
![]() |
"Di sini ada CCTV," kata dia.
Lalu bagaimana bisa membawa pulang hasil pencarian foto, video, atau dokumen lainnya dari arsip ANRI ini? Ada layanan penggandaan dokumen, istilahnya adalah 'reproduksi' berbayar di sini. Uang yang didapatkan dari pembayaran layanan reproduksi ini bakal masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sesuai PP Nomor 63 Tahun 2014.
Reproduksi foto ukuran 5R sampai 24R berkisar antara Rp 50 ribu sampai Rp 140 ribu per lembar. Untuk keperluan komersial, sekali penggunaan Rp 250 ribu per lembar.
Reproduksi film, durasi kurang atau sama dengan 10 menit harganya Rp 300 ribu. Kalau 20 menit ya Rp 600 ribu, dan seterusnya. Plus biaya tambahan jasa repro fim (copyright) Rp 2.500.000 per judul untuk sekali penggunaan.
Reproduksi rekaman suara, rekaman 60 menit harganya Rp 100 ribu per kaset. 90 Menit: Rp 150 ribu per kaset. Format digital: Rp 200 ribu per khasanah per USB.
Tapi untuk film, ANRI menyediakan sekeping CD rangkuman video sejarah. Harganya Rp 100 ribu. Meski begitu, masih banyak video-video yang tak masuk ke CD itu.
Lalu adakah format digital, softfile hasil copy foto yang bisa dibeli pengunjung? "Tidak ada," kata Ibu Ayu dengan ramah. Bila pengunjung ingin mendapatkan salinan foto, maka ya harus berbentuk salinan fisik. Salinan fisik itu juga tak bisa seketika dicetak. Perlu menunggu tiga hari kerja untuk mendapatkan salinan itu, baik salinan hasil reproduksi foto atau video.
![]() |
Soal naskah asli Proklamasi
Naskah asli proklamasi ada di bagian khusus gedung ini. Tak sembarang orang termasuk pegawai bisa mengaksesnya, karena itu digolongkan sebagai 'arsip vital negara'.
"Karena itu menyangkut bukti otentik sejarah negara kita. Saya saja belum pernah masuk ruangan khusus itu," kata Ibu Ayu.
Dia mengarahkan saya untuk bersurat terlebih dahulu ke Kepala ANRI untuk minta izin melihat naskah asli Proklamasi. Barulah setelah itu Kepala ANRI mendisposisi, memerintahkan pihak pemegang kunci ruangan untuk membukakan pintu.
Secara umum, pelayanan di sini cukup ramah. Layanan arsip buka di hari kerja mulai pukul 08.00 WIB sampai 15.00 WIB. (dnu/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini