CSIS: The Yudhoyono Institute Didesain Jadi Kendaraan Politik AHY

Institute Para Mantan

CSIS: The Yudhoyono Institute Didesain Jadi Kendaraan Politik AHY

Aryo Bhawono - detikNews
Selasa, 15 Agu 2017 11:30 WIB
Peneliti CSIS Arya Fernandes (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Peneliti politik CSIS, Arya Fernandes, menilai pembentukan The Yudhoyono Institute sengaja dimaksudkan sebagai kendaraan atau panggung bagi Agus Harimurti Yudhoyono berkiprah di jagat politik nasional.

Sebab, selepas gagal menjadi Gubernur DKI, Agus secara formal tak ikut dalam struktur Partai Demokrat. Padahal Agus sudah resmi keluar dari dinas ketentaraan dengan pangkat terakhir mayor.

"Agus memang didesain untuk tidak bersentuhan langsung ke partai, tetapi dari eksternal. Justru dengan membuat lembaga ini, maka ada ruang besar untuk beraktualisasi diri," kata Arya saat berbincang, Selasa (15/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CSIS: The Yudhoyono Institut Didesain Jadi Kendaraan Politik AHYFoto: Grandyos Zafna/detikcom


Juru bicara The Yudhoyono Institute, Ni Luh Putu Caosa Indryani (Osa), membantah tafsir tersebut. Ia menegaskan TYI akan konsisten pada hasil-hasil dan kajian tentang isu strategis. "Harapannya, The Yudhoyono Institute bisa melahirkan pemimpin masa depan," kata Osa.

Bagi Direktur Eksekutif The Habibie Center, Rahimah Abdulrahim (Ima), tafsir itu sah-sah saja. Soal benar-tidaknya, waktu yang akan menjawab. Ia merujuk The Habibie Center (THC), yang didirikan pada November 1999, juga banyak dicurigai akan menjadi kendaraan politik Habibie untuk kembali merengkuh kekuasaan. Maklum, pamor ICMI, yang dipimpin Habibie pada 1991, langsung anjlok begitu pakar aeronautika itu tersingkir dari kekuasaan pada Oktober 1999.

Seiring dengan berjalannya waktu, Habibie dan para stafnya membuktikan komitmen mereka bahwa THC semata dimaksudkan untuk pembangunan demokrasi Indonesia yang lebih sehat.

"Jadi memang di awal-awal banyak yang mengira Habibie Center akan dijadikan sebagai kendaraan politik. Dan kami bisa membuktikan bahwa prasangka mereka keliru," kata Ima saat berbincang dengan detikcom, Senin (14/8).

Keterlibatan pengurus politik di THC, ia melanjutkan, diiringi dengan kesadaran dari tiap individu untuk memilah mana kepentingan partai dan lembaga kajian. Begitu pun sebaliknya, saat berkiprah di partai politik, mereka tak membawa-bawa nama THC. Mantan Menteri Kehakiman dan Sekretaris Negara Prof Muladi menjadi salah satu contoh bagaimana independensi itu terjaga.

"Kalau ada kajian hukum di Habibie Center, Pak Muladi hadir bukan sebagai Golkar, tapi orang yang ahli hukum," kata Ima.

Sedangkan peneliti di Megawati Institute, Dida Darul Ulum, tak mau ambil pusing jika ada yang menganggap lembaganya sebagai kendaraan politik kelompok tertentu. Dia yakin pada akhirnya masyarakat akan melihat ada-tidaknya afiliasi Megawati Institute dengan kelompok tertentu.

Menurut Dida, meski didirikan oleh keluarga Bung Karno, Megawati Institute secara struktural tak ada berkaitan dengan PDIP. Megawati Institute memiliki program sendiri, baik berupa diskusi maupun penerbitan.

"Orang mungkin membacanya ini sebagai kendaraan politik, tapi visi kami lebih dari sekadar itu. Visi kami itu berusaha membumikan nilai-bilai Pancasila 1 Juni. Basisnya ideologi kerja," kata Dida. (erd/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads