Politik Dinasti Tanda Masih Rendahnya Kualitas Demokrasi di Sulsel

Politik Dinasti Tanda Masih Rendahnya Kualitas Demokrasi di Sulsel

Muhammad Nur Abdurrahman - detikNews
Senin, 14 Agu 2017 13:28 WIB
Politik Dinasti Tanda Masih Rendahnya Kualitas Demokrasi di Sulsel
Pilgub Sulsel masih didominasi dinasti politik (Ilustrator: Luthfy Syahban/detikcom)
Makassar - Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2018 masih diwarnai dinasti politik. Kondisi ini dikritik sebagai rendahnya kualitas demokrasi di sana.

Jelang pelaksanaan Pilgub Sulsel 2018, sejumlah calon kontestan berasal dari keluarga besar politisi. Salah satu yang utama adalah dinasti Yasin Limpo dan dinasti Kahar Mudzakkar.

Yasin Limpo ayah Gubernur Sulsel petahana, Syahrul Yasin Limpo, adalah pendiri Golkar di Sulsel. Adik Syahrul, Ichsan Yasin Limpo yang pernah menjabat Bupati Gowa dua periode sudah mendeklarasikan diri sebagai cagub berpasangan dengan Andi Mudzakkar, putra Kahar Mudzakkar, pimpinan DI/TII di Sulsel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari keluarga Yasin Limpo, selain Syahrul yang duduk di pucuk tertinggi eksekutif di Sulsel, juga ada Bupati Gowa Adnan Purichta yang merupakan putra Ichsan Yasin Limpo dan anggota DPR RI Thita Indira yang merupakan putri Syahrul.

Politik Dinasti Tanda Masih Rendahnya Kualitas Demokrasi di SulselHidayat Nahwi Rasul (M Nur Abdurrahman/detikcom)
Selain keluarga Yasin Limpo, klan Kahar Mudzakkar juga mewarnai Pilgub Sulsel. Dua putra Kahar Mudzakkar, Aziz Qahhar Mudzakkar telah dipinang Ketua Harian Golkar Nurdin Halid sebagai wakilnya dan Andi Mudzakkar dipilih sebagai wakil Ichsan Yasin Limpo. Aziz Qahhar saat ini masih duduk sebagai Anggota DPD RI asal Sulsel.

Direktur Eksekutif Center for Information & Cultural Studies (CICS) Makassar Hidayat Nahwi Rasul dalam diskusi politik Warung Kopi Phoenam, Makassar, Senin (14/8/2017), menyebutkan politik dinasti di Sulsel menunjukan kualitas demokrasi di Sulsel yang sangat pragmatis dan masih dominannya pemilih tradisional. Mereka memilih kandidat karena kecenderungan kedekatan suku, agama, kelompok pada figur kandidat.

"Kita masih pesimis belum lahir aktor demokrasi yang berkualitas di Sulsel, politik klan di Sulsel berbeda dengan politik klan di Amerika Serikat. Kita sulit menemukan keterwakilan kepentingan rakyat dan program pembangunan yang akan datang, dominasi klan tertentu di Sulsel membuktikan parpol tidak menjalankan fungsi pendidikan politik pada warga," ujar Hidayat.

Hidayat juga mengatakan politik kekerabatan di Sulsel berkembang disumbang dari ketimpangan atau tidak meratanya distribusi pendapatan (Gini Ratio) warga perkotaan dan warga pedesaan di Sulsel dengan angka Gini Ratio 0,43 sesuai data BPS Sulsel, yang berdampak pada tingkat rasionalitas pemilih untuk menentukan sikap politiknya di Pilgub Sulsel mendatang.

"Dominasi pemilih tradisional di Sulsel akibat ketimpangan ekonomi, yang akan mengalahkan pemilih rasional. Ini akan berdampak pada rendahnya moralitas dan etika berpolitik di Sulsel," pungkas Hidayat.

Dalam proses Pilgub Sulsel, baru pasangan Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar yang sudah mengantongi rekomendasi partai Golkar yang memenuhi syarat pengusungan calon dengan 18 kursi DPRD Sulsel. Pasangan Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar juga sudah mendeklarasikan diri meskipun syarat usungan partai belum diumumkan. Selain itu, juga ada pasangan Nurdin Abdullah-Tanri Bali Lamo yang masih berjuang mencari dukungan partai pengusung. (fay/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads