Saat menang dalam praperadilan itu, KPK optimistis kasus tersebut akan tuntas. Salah satu hal yang disoroti KPK terkait dengan obligor BLBI, yaitu Sjamsul Nursalim, yang juga pernah dipanggil tapi tidak hadir.
"Ini menjadi penguat bagi langkah KPK di penyidikan terkait dengan indikasi penyimpangan dalam penerbitan SKL terhadap salah satu obligor BLBI, padahal masih ada kewajiban yang belum diselesaikan Rp 3,7 triliun," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (2/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sembunyi dari bidikan KPK, mereka justru mengklarifikasi soal kewajiban yang sudah lunas terkait dengan BLBI dan MSAA (perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan aset). Hal ini disampaikan melalui kuasa hukum.
Menilai tidak tepat, KPK tentu mengimbau pernyataan itu disampaikan langsung saja ke penyidik. Terutama jika pihak Sjamsul meminta kepastian hukum.
"Kami harap pada pihak kuasa hukum Sjamsul Nursalim dan Sjamsul Nursalim itu sendiri agar menjelaskan hal tersebut di depan penyidik KPK. Jadi akan lebih baik bagi saksi untuk memenuhi panggilan hukum sebagai saksi yang sudah disampaikan oleh penyidik KPK," imbau Febri kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/5).
Kini KPK kembali mengatur strategi untuk memanggil Sjamsul. Menurut KPK, keputusan Syafruddin mengeluarkan surat keterangan lunas (SKL) terhadap Sjamsul sebagai obligor pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dianggap menyebabkan kerugian negara Rp 3,7 triliun.
"Nanti akan dipanggil. Kapan informasi tepatnya akan kami informasikan kembali," ujar Febri saat dimintai konfirmasi, Jumat (11/8/2017).
Namun Febri memastikan pemeriksaan saksi kasus ini akan dimulai kembali pekan depan untuk mengonfirmasi sejumlah dokumen.
"Mulai minggu depan penyidik mengagendakan kembali pemeriksaan saksi-saksi. Sejumlah dokumen yang sudah didapatkan juga terus diperdalam," imbuhnya. (dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini