Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menjelaskan tindakan itu berdasar dari Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 1718 (2006). Resolusi itu menyebutkan setiap anggota PBB harus melakukan pembekuan aset terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pendanaan program Korea Utara.
"Jadi prosedurnya itu nanti Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi. Nah berdasarkan resolusi itu kemudian perwakilan tetap RI di DK PBB kan ada KBRI kita, dia lapor Kemenlu, nanti Bu Menlu keluarkan surat ke PPATK untuk menetapkan nama-nama atau orang-orang yang terduga atau terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah massal, terus kemudian itu ditembuskan ke Kapolri, ke Kepala Bapeten, BIN, gitu ya. Nah kami kemudian berdasarkan rekomendasi Kapolri, Kepala BIN, kami kemudian berdasarkan surat dari Menlu dan rekomendasi dari Kapolri dan BIN, kami menetapkan nama-nama yang terduga terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah massal," kata Kiagus ketika dihubungi detikcom, Kamis (10/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kemudian setelah menetapkan itu, melaporkan ke LPP Lembaga Pengatur dan Pengawas dalam hal ini kalau dia punya aset di perbankan tentu ke OJK, nonbank juga gitu, saham ke OJK, nah nanti LPP yang akan kemudian membuat surat mencantumkan nama-nama yang diduga terlibat pengembangan senjata pemusnah massal tadi, itu kepada penyedia jasa keuangan, bisa bank bisa nonbank, untuk membekukan, nah asetnya itu," ujar Kiagus.
Kiagus menyebut total ada 52 korporasi dan 62 individu yang tercantum dalam DPPSPM tersebut. Namun hingga saat ini, belum ada pihak yang dalam daftar itu yang dieksekusi. (dhn/fdn)