Tindakan itu dilakukan berdasar pada Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 1718 (2006). Resolusi itu menyebutkan setiap anggota PBB harus melakukan pembekuan aset terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pendanaan program Korea Utara. Total ada 52 korporasi dan 62 individu yang tercantum dalam DPPSPM tersebut.
"Tadi ada 52 korporasi sama 62 individu," kata Kiagus ketika dihubungi detikcom, Kamis (10/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita itu kan harus tunduk melaksanakan apa-apa yang diputuskan resolusi DK PBB, kemudian ada rekomendasi juga dari Financial Action Task Force (FATF) ada rekomendasi. Kita harus melakukan freezing without delay terhadap orang atau entitas terduga terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah massal," ujar Kiagus.
Dasar tindakan itu, menurut Agus berdasar pada Pasal 93 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian, lanjut Agus, PPATK membuat peraturan bersama dengan instansi terkait.
"Nah dasarnya ada di UU TPPU bahwa dalam hal convention international yang berkaitan dengan terduga teroris itu maka Kepala PPATK bersama pimpinan kementerian dan instansi lain dapat melakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Nah berdasar itu kita membuat peraturan bersama," ucap Kiagus.
Pihak terkait yang dimaksud yaitu seperti Polri, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan pihak terkait lainnya. Peraturan bersama tentang pemblokiran aset dalam DPPSPM baru keluar pada 31 Mei 2017. (dhn/fdn)