"Kami periksa di bagian psikologi untuk dicek kondisi kejiwaan," ujar Kapolsek Kelapa Gading Kompol Arif Fazlurrahman saat dihubungi, Kamis (10/8/2017).
Tes kejiwaan dilakukan untuk memastikan kondisi Amir. Sebab Amir menurut Arif memberikan keterangan berbeda soal kematian bayinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arif menegaskan penyidikan perkara baru bisa dihentikan bila tersangka secara medis dinyatakan memiliki kelainan jiwa. Namun bila tersangka memiliki gangguan emosinal, perkara tetap diproses.
"Kalau cuma kecenderungan-kecenderungan yang sifatnya bukan penyakit, seperti cenderung tenang, cenderung agresif itu tak menguburkan pemidanaan yang disangkakan ke dia. Kecuali kalau dua gangguan jiwa atau skizofernia itu baru bisa (dihentikan penyidikan, red). Dia (tersangka) tak menunjukkan itu, dia hanya memiliki kecenderungan saja. Introvet atau ekstrovert kah atau agresif itu yang kami cari," sambungnya.
Polisi menurut Arif mencurigai keterangan Amir yang dianggap janggal soal kematian bayinya. Arif sempat menyebut dirinya baru sadar bayinya meninggal saat bangun tidur. Namun saat diperiksa ulang, Amir disebut Arif mengakui perbuatannya.
"Pada awalnya tidak mengakui, dia membuat seolah alibi. Tapi setelah kami lakukan (dan) dari beragam fakta yang ada dia sudah mengakui semua.
Selain itu dari hasil autopsi, ditemukan tanda-tanda kekerasan pada korban.
"Meninggalnya memang karena terhambatnya saluran pernapasan. Itu yang menunjukkan bahwa dia membekapkan bantal itu ke kepala si bayi," ujar Arif.
Kasus pembunuhan bayi bernama Kairin Anasya Ameru Kairin terjadi pada Selasa (8/7) sekitar pukul 17.00 WIB di Apartemen Gading Nias. Bayi berumur 3 bulan itu tewas setelah Amir diduga dengan tega membekap muka anaknya sehingga tak dapat bernapas.
Atas perbutannya, Amir dikenai Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara.
(fdn/idh)











































