Merasakan Hening dan Teduhnya Pura Agung Aditya Jaya

Merasakan Hening dan Teduhnya Pura Agung Aditya Jaya

Aditya Mardiastuti - detikNews
Rabu, 09 Agu 2017 20:35 WIB
Foto: Aditya Mardiastuti/detikcom
Jakarta - Ratusan siswa lintas agama yang mengikuti Wisata Rumah Ibadah mengakhiri kunjungan ke Pura Agung Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur. Para siswa sekolah menengah tersebut terlihat antusias berada di rumah ibadah umat Hindu itu.

Sebelum memasuki kompleks pura di Jalan Daksinapati Raya, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (9/8/2017), para siswa-siswi diwajibkan memakai senteng atau selendang yang diikatkan di pinggang. Ada larangan bagi siswi yang sedang menstruasi untuk memasuki kawasan suci. Mereka pun menunggu di bagian pendapa.

Pinandita Nyoman Sutisna memberikan sekilas pengetahuan mengenai agama Hindu dan pernak-pernik yang disiapkan. Salah satunya tentang alasan para pengunjung pura diwajibkan memakai senteng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahwa kita masuk ini (pura) sudah menyatakan kebulatan tekad mengikatkan diri pikiran langkah, satu masuk ke tempat suci untuk memujamu," terang Pinandita Nyoman.

Siswa-siswi pun antusias menyimak penjelasan Nyoman. Mereka langsung berebut untuk bertanya ketika sesi tanya-jawab diberikan. Ada yang bertanya tentang sesaji yang sering mereka lihat saat berada di Bali.

"Itu banyak kembang untuk apa?" tanya salah seorang siswi.

"Sarana persembahyangan Hindu berdasarkan Weda ada empat. Pertama patram yang berarti daun, puspam itu kembang, palam buah apa aja, dan toyam atau air. Selalu ada unsur itu. Kalau di Bali dirangkai yang disebut dengan sajian," jelas Nyoman.
Merasakan Hening dan Teduhnya Pura Agung Aditya JayaFoto: Aditya Mardiastuti/detikcom

Tak hanya itu, para siswa juga antusias bertanya mengenai alasan banyaknya arca di pura Hindu. Nyoman menjelaskan arca itu membantu mempersonifikasi Tuhan untuk memudahkan saat sembahyang.

"Kenapa banyak patung, karena kita belum mampu. Kita irinya ada, lobanya ada, bohongnya ada, sehingga tidak bisa ketemu. Kembali ke rasa, jiwa, perasaan," katanya.

"Kalau di Hindu itu ada yogi atau mahasuci, mahat, bisa disebut saniyasin atau brahmana, itu orang suci. Korelasi dengan bangunan (arca) beliau tidak perlu memerlukan sarana itu," sambung Nyoman.

Nyoman menambahkan sembahyang umat Hindu juga tak lepas dari dupa. Maknanya, saat dibakar, dupa itu mengeluarkan wangi harum yang bisa dirasakan.

"Dupa dan kembang perlambang saksi bahwa kita hadir bahwa sama aromaterapi dengan menghirup beliau dirasakan, tentunya dirasakan oleh yang bersangkutan," ucap Nyoman.

Para siswa mengaku puas karena banyak belajar dan mendapatkan pemahaman baru. Apalagi di tempat ibadah umat Hindu ini mereka banyak menemukan hal baru.

"Yang paling seru penjelasan di dalam, duduknya di atas batu. Lihat rumput, pepohonan sambil beribadah. Bikin rileks, tenang, pikiran langsung kosong, fokus," kata siswi kelas X SMA Tugu Ibu Depok, Putri Mentari.

Siswi berhijab itu juga senang dengan wisata hari ini. Dia mengaku sangat terkesan karena letak pura berdekatan dengan musala.

"Semuanya berkesan. Tempat ibadah agama lain sama-sama keren, bikin tenang, nuansanya berbeda dari biasanya. Di sini (pura) paling berkesan. Di depan bersampingan sama musala, kan jarang. Kadang agak jauh, ini sebelahan gitu aja," ujarnya kagum.

Hal senada diungkapkan siswi Setiabakti Tangerang, Dania Tamarin Hariyanto. Siswi beragama Konghucu itu mengaku banyak belajar hal baru dan mendapat banyak teman.

"Saya belajar banyak, ketemu banyak teman baru, diajari menghargai satu sama lain tanpa peduli suku, agama, atau ras. Perbedaan itu bukan memecah, tapi memperkaya kita," kata Dania.

"Jadi kita tuh nggak usah malu, justru kita bangga, beda tapi satu. Kita di sini Indonesia kumpul satu tanah air Indonesia," tutupnya. (ams/nvl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads