"Kesimpulannya itu kalau hasil visumnya itu, bayi itu memang benar meninggal setelah dilahirkan. Tanda-tanda luka lainnya hanya luka terhadap benturan pada kepala. Tapi hasil akhir visum penyebab kematian sulit ditentukan," kata Kasat Reskrim Polres Tarakan AKP Choirul Anwar kepada detikcom, Selasa (8/8/2017).
Masih terkait dengan hasil autopsi, bayi tersebut lahir sesuai dengan waktunya, yaitu sekitar umur 9 bulan dalam kandungan. "Keterangan dokter, bayinya benar dilahirkan sekitar umur 9-10 bulan," terang Choirul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Choirul, berdasarkan keterangan dokter, luka sehabis melahirkan secara normal akan sulit dideteksi setelah 40 hari setelah melahirkan.
"Kalau visum ibunya, belum kami temukan bukti-bukti luka setelah melahirkan karena sudah lebih dari 40 hari, luka sembuh katanya. Keterangan dokter begitu," ujar Choirul.
Choirul menyampaikan, setelah hasil visum terhadap Sally tidak menunjukkan bekas melahirkan, penyidik akan memeriksa ahli kandungan untuk mengejar bukti bahwa Sally benar-benar ibu bayi tersebut. "Makanya kami mau agendakan minta keterangan saksi ahli kandungan," katanya.
Polisi menetapkan Sally sebagai tersangka kasus pembunuhan bayi. Polisi menjerat Sally dengan Pasal 340 dan/atau Pasal 341 dan/atau Pasal 342 KUHP dan/atau Pasal 80 ayat 3 juncto 76 c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kepada polisi, Sally mengaku melakukan perbuatan keji kepada bayinya karena malu memiliki anak lagi dari pernikahan sirinya. Dia khawatir akan status bayi itu kelak di mata hukum.
Sebab, anak pertama dari pernikahan dengan suami sirinya, D, kesulitan mendapatkan berkas legalitas, seperti akta kelahiran. Sally menyimpan jasad bayinya selama 3 bulan atau sejak Mei 2017 di dalam freezer sesaat setelah dia melahirkan bayi tersebut. (aan/fdn)