"Ada 20 orang korban KDRT sejauh ini yang dilindungi LPSK. Tapi ini termasuk juga yang dilindungi dari tahun 2016 ada 12 orang ada untuk tahun ini 8 orang. Sementara dari laporan Komnas Perempuan ada hampir 10 ribu kasus per tahunnya, hanya saja yang masuk ke kita minim," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di kantor LPSK, Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (8/8/2017).
Dia menilai kasus KDRT, seperti penyiksaan, kekerasan seksual, hingga berujung kematian, masuk kategori sadis. Menurutnya, korban KDRT kebanyakan menimpa pembantu rumah tangga, perempuan, hingga anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya menjadi sangat penting perlindungan yang diberikan ke korban KDRT ini. Dan terlebih lagi dalam pembuktiannya tidak mudah. Karena prosesnya terjadi di ruang tertutup, misalnya di rumah. Sehingga kadang-kadang sulit mencari bukti yang bisa menyeret pelakunya ke proses peradilan," ucap Abdul.
Di lokasi yang sama, Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiana mengatakan selama ini LPSK telah fokus memberikan perlindungan fisik, hukum, hingga bantuan rehabilitasi medis, psikologis, dan psikososial kepada korban. Hal itu dilakukan agar korban-korban KDRT merasa aman dan nyaman menjalani proses peradilan.
"Perlindungan itu penting agar korban tidak terancam, baik secara fisik dan hukum, saat memberikan keterangan kepada penegak hukum. Dan pemenuhan prosedural memastikan agar korban saat menjalani proses peradilan pidana tetap terpenuhi," kata Lies. (ibh/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini