Dewa Khong Co Kwan Sing Tee Koen, menurut budayawan Tionghoa, David Kwa, sama-sama dihormati dalam ketiga ajaran agama orang Tionghoa. Kaum Taois memujanya sebagai Xietian Dadi atau Hiap Thian Tay Te, yakni Dewa Pelindung dari Malapetaka dan Bahaya Peperangan dan kaum Buddhis menghormatinya sebagai Bodhisattva Pelindung Dharma.
"Kalau kaum Konfusianis memandangnya sebagai Wu Shengren (Orang Suci Kemiliteran) yang menjunjung tinggi Kesetiaan (Zhong/Tiong), Kebenaran (Yi/Gi), dan Keberanian (Yong/Yong)," papar David kepada detikcom, Senin (7/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Kwan Sing Tee Koen dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan, dan Dewa Pelindung Rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan.
"Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepadanya harus diartikan sebagai dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Kwan yang budiman," tulis situs tersebut.
Keberadaan patung Kwan Sing Tee Koen di Kelenteng Tri Dharma Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur, menuai kontroversi di media sosial sejak pekan lalu. Ada yang menyebut pembuatan patung itu sebagai simbol loyalitas masyarakat Tionghoa kepada tanah leluhur mereka di China. Ada juga yang membandingkan patung yang diresmikan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan pada 17 Juli lalu itu dengan patung Jenderal Besar Sudirman di Jakarta.
Hari Senin (7/8/2017), sekelompok massa berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya. Mereka menuntut agar patung Khong Co Kwan Sing Tee Koen dirobohkan. Beberapa dari mereka mengusung poster bertuliskan 'Panglima Kami Jenderal Sudirman' dan membawa poster bergambar Patih Gajah Mada. (jat/fay)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini