Dikritik Fahri, 'KPK Masuk Desa' Sudah Dikaji sejak 2015

Dikritik Fahri, 'KPK Masuk Desa' Sudah Dikaji sejak 2015

Dhani Irawan - detikNews
Senin, 07 Agu 2017 10:52 WIB
Foto: dok detikcom
Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali mengkritik operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Pamekasan, Jawa Timur. Fahri menyebut tindakan yang dilakukan KPK sebagai 'KPK masuk desa'.

Menurut Fahri, KPK seharusnya mengurus kasus dugaan korupsi yang nilai kerugiannya besar. Fahri mencontohkan kasus korupsi kelas kakap itu seperti RS Sumber Waras dan reklamasi.


"Itu namanya KPK masuk desa, dulu ABRI masuk desa, sekarang KPK masuk desa," ucap Fahri, Minggu (6/8) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Urus saja RS Sumber Waras, reklamasi yang gede ditinggalin, yang kecil ditangkepin. Anda dikasih meriam masuk hutan tembak gajah, setiap hari bawa burung perkutut yang ada penangkapan juga," Fahri menambahkan.

Dalam OTT di Pamekasan itu, KPK memang untuk pertama kalinya mengusut suap yang melibatkan seorang kepala desa atau lurah. Namun, menurut KPK, korupsi tidak hanya melihat level birokrat, tapi juga lebih kepada perilaku koruptif yang mencapai level terbawah dan harus diberantas.

"Kalau melihat kasus yang pernah ditangani KPK, memang korupsi terjadi hampir di semua lapisan. Dengan berbagai ragam bentuk dan modusnya, korupsi bisa melibatkan anggota DPR, pemerintah tingkat pusat, swasta, hingga lapisan terbawah dari tingkatan birokrasi," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah ketika berbincang, Jumat (4/8).


Sebenarnya jauh-jauh hari KPK juga telah melakukan kajian terkait dana desa yang berpotensi disusupi kecurangan-kecurangan. Maklum, dana yang dikucurkan sendiri tak main-main. Dalam APBN 2017, ada Rp 60 triliun untuk dana desa.

Terkait dengan alokasi dana desa itu sendiri, sejak 2015 KPK telah melakukan kajian dan rekomendasi agar dana itu terserap sesuai dengan peruntukannya. Bisa dibilang, sejak kajian dana desa dibuat inilah KPK sudah masuk desa.

KPK menyoroti 4 aspek terkait dengan alokasi dana desa. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut 4 aspek tersebut adalah regulasi, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa. Menurut KPK, terdapat kelemahan dalam 4 aspek tersebut yang bisa berujung korupsi.


"Dan KPK pernah menyerahkan hasil kajian itu kepada pemerintah karena KPK melihat kelemahan dalam empat aspek, yaitu dari segi regulasi, tata laksana, pengawasan, dan kualitas sumber daya manusia yang mengurusi dana desa," kata Syarif, Rabu (2/8).

"Kenapa kajian itu penting, karena tahun 2017 pemerintah alokasikan Rp 67 triliun disalurkan melalui kabupaten dan kota, hampir satu miliar per desa. Uang dianggarkan desa Rp 67 triliun tidak mencapai sasaran. Berharap KPK semua pihak mengelola dana dengan baik agar tidak terjadi tindak pidana korupsi," Syarif menambahkan.

Fahri sendiri menilai urusan dana desa seharusnya bisa disupervisi KPK ke inspektorat pemerintah daerah. Namun lucunya, inspektorat pemerintah daerah sendiri terlibat korupsi dalam OTT KPK di Pamekasan.

"Ada 37 ribu desa apa mau supervisi semua dan apa mau bilang hanya di Pamekasan kasusnya. Kalau setiap uang hari-hari orang mengucapkan terima kasih terjadi, maka concern negara bukan moral pejabat, tapi ada kerugian negara atau tidak. Dan kerugian negara pasti ditemukan audit BPK itu sistem negara jangan mau jadi pahlawan tembak sana sini dan tangkap sana sini," jelas Fahri.

Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan 5 tersangka kasus tersebut, yakni Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok Agus, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.

Kasus ini berawal saat Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok, yang menggunakan dana desa senilai Rp 100 juta.

Namun Agus Mulyadi, Bupati Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto malah memberikan suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap sebesar Rp 250 juta diberikan dengan maksud laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.

Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto dan Noer diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Sedangkan peran Achmad dalam kasus tersebut menganjurkan untuk memberikan suap. (dhn/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads