"Kalau dikatakan seperti itu, perilaku dokter menjunjung tinggi etika dan moral. Kalau kemudian disamakan dengan miras dan pemabuk, ini sangat menyinggung profesi. Bukan tak mungkin ini akan diproses, kami punya biro hukum pembinaan pembelaan anggota, bisa mensomasikan ini," ujar Sekjen PB IDI, Adib Khumaidi saat dihubungi, Jumat (4/8/2017) malam.
Mengenai kebijakan vaksinasi, kata Adib, IDI mengikuti instruksi dari pemerintah. Adib mengatakan, kritikan soal vaksinasi tidak tepat jika langsung diarahkan ke dokter sebagai pelaksana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikonfirmasi secara terpisah, Zaim mengatakan cuitannya menyoroti tiga hal yang belum terjawab tuntas. Ketiganya adalah pro-kontra soal halal dan haram vaksinasi, kemanan dan risiko vaksinasi, dan efektifitas vaksinasi.
"Sebenarnya itu perhatian umum saya terhadap masalah vaksinasi yang berlangsung selama ini. Kan vaksinasi itu kontroversi,
ada isu halal-haram, ada isu keamanan dan risiko, ada isu efektifitas. Dalam ketiga isu itu belum terjawab tuntas, ada pro dan kontra," kata Zaim.
Menurut Zaim, vaksinasi tidak harus diwajibkan. Masyarakat, menurutnya, memiliki opsi lain di luar vaksinasi.
"Karena itu posisi saya adalah vaksinasi tidak bokeh diwajibkan, apalagi dipaksa dan masyarakat banyak punya pilihan. Kan isu pokoknya soal kesehatan masyarakat dan imunisasi. Jadi jalannya bukan cuma vaksinasi," ujar Zaim.
Sebelumnya, cuitan Zaim yang menganalogikan profesi dokter dengan pemabuk ramai dibahas di media sosial. PB IDI merasa tersinggung dengan cuitan Zaim.
Di akun Twitter pribadinya, Zain menyebut membahas vaksin dengan dokter ibarat membahas miras dengan pemabuk pada hari Kamis (3/8). Twitter PB IDI merespons dan mengatakan cuitan Zaim melecehkan profesi dokter. (dkp/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini