Di akun Twitter pribadinya, Zain menyebut membahas vaksin dengan dokter ibarat membahas miras dengan pemabuk pada Kamis (3/8/2017). Twitter PB IDI merespons dan mengatakan cuitan Zaim melecehkan profesi dokter.
Divaksin atau tidak adalah hak orang tua. Membahas vaksin dengan para dokter itu serupa dengan membahas miras dengan pemabok.
β Zaim Saidi (@ZaimSaidi) August 3, 2017
Saat dimintai konfirmasi detikcom, Sekjen PB IDI Adib Khumaidi menyesalkan cuitan Zaim. Ia meminta Zaim bertanggung jawab atas tulisannya.Semoga pemilik akun @ZaimSaidi menyadari kalau status ini mengandung pelecehan terhadap profesi Dokter. pic.twitter.com/CKXJfmlXOq
β PB IDI (@PBIDI) August 4, 2017
"Saat membicarakan profesi dokter, mengkritisi dokter boleh, tapi kemudian menyamakan dokter dengan kata-kata yang seperti itu, saya kira tidak etis dan kemudian kalau punya profesi, kalau dikatakan seperti itu, pasti marah," ujar Adib, Jumat (4/8) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Zaim mengatakan cuitannya menyoroti tiga hal yang belum terjawab tuntas. Ketiganya adalah pro-kontra soal halal dan haram vaksinasi, keamanan dan risiko vaksinasi, serta efektivitas vaksinasi.
"Sebenarnya itu perhatian umum saya terhadap masalah vaksinasi yang berlangsung selama ini. Kan vaksinasi itu kontroversi,
ada isu halal-haram, ada isu keamanan dan risiko, ada isu efektivitas. Dalam ketiga isu itu belum terjawab tuntas, ada pro dan kontra," kata Zaim.
Menurut Zaim, vaksinasi tidak harus diwajibkan. Masyarakat, menurutnya, memiliki opsi lain di luar vaksinasi.
"Karena itu, posisi saya adalah vaksinasi tidak bokeh diwajibkan, apalagi dipaksa dan masyarakat banyak punya pilihan. Kan isu pokoknya soal kesehatan masyarakat dan imunisasi. Jadi jalannya bukan cuma vaksinasi," ujar Zaim. (dkp/aik)











































