"Iya, nanti segera kita isi penggantinya. Kan sekko (sekretaris kota) juga cukup sentral peranannya," kata Saefullah di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (4/8/2017).
Saefullah menambahkan, pihaknya tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap tersangka yang terlibat kasus ini. Dia mengaku tidak akan mencampuri proses hukum yang berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saefullah menegaskan Asril akan dipecat sebagai PNS jika memang terbukti bersalah dan sudah ada putusan inkrah. Hanya, tindak lanjut saat ini adalah mengisi jabatan sekretaris kota yang kosong sejak ditinggal Asril.
"Kalau status hukumnya sudah inkrah, dia pasti kita berhentikan dari PNS. Kalau posisi sudah tersangka, jabatan akan diposisikan pada orang lain, karena posisi sekko kan cukup sentral," jelasnya.
Saefullah enggan berkomentar soal kasus korupsi yang juga melibatkan mantan Wali Kota Jakarta Barat Fatahillah. Dia menyerahkan kepada tim pemeriksa untuk menelusuri soal kemungkinan aliran dana korupsi proyek normalisasi itu mengalir ke PNS.
"Kalau itu no comment. Kan ada tim pemeriksa, biar saja proses pemeriksaan itu. Kita bisa eksekusi kalau ada putusan hukum. Tapi, untuk memperlancar tugas-tugas kedinasan, kalau sudah posisi tersangka, apalagi ditahan, kita harus posisikan orang lain supaya proses kegiatan tidak terganggu," urainya.
Saefullah enggan berasumsi soal kemungkinan PNS dan pejabat dinas juga terlibat kasus korupsi. Dia mengingatkan, jika ada PNS atau camat yang ikut bermain pada proyek tersebut, akan mudah dilacak.
"Itu kan 2013, 2013 kemari kan sudah kita cut-cut. Mereka terlibat gimana, kalau jalan terus, ya kita tegakkan itu. Nanti ketahuan siapa yang menjabat pada saat itu," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Kota Jakarta Barat Asril Marzuki ditahan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Asril akan segera menjalani sidang terkait kasus dugaan korupsi proyek normalisasi sungai di Jakarta Barat yang juga melibatkan mantan Wali Kota Jakbar Fatahillah.
Dalam surat dakwaan, disebutkan peran Asril adalah mengkoordinasi uang korupsi senilai Rp 2,4 miliar untuk dibagikan kepada beberapa pihak. Pembagian itu dilakukan di ruang kerjanya pada 22 November 2013, saat dirinya masih menjabat Kepala Seksi Perencanaan Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat.
"Bisa dibilang begitu (koordinator). Pembagian uang kepada delapan camat dan Kepala Satpol PP dilakukan di ruangannya. Dia secara sadar mengetahui hal tersebut," ucap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reda Manthovani saat dihubungi, Kamis (3/8).
Delapan camat yang dimaksud adalah camat di seluruh Kota Administrasi Jakarta Barat. Tiap camat mendapat uang Rp 80 juta, sedangkan Kasatpol PP mendapat uang Rp 500 juta. (ams/bag)