"Ini fenomena menarik dan memprihatinkan. Saya kira masyarakat memang mengalami tendensi polarisasi politik," kata sosiolog Fisipol UGM Muhammad Najib Azca dalam obrolan telepon dengan detikcom, Kamis (3/8/2017).
Najib mengatakan, sejak Pilpres 2014, dilanjutkan dengan Pilkada DKI Jakarta, terjadi polarisasi di alam pikiran masyarakat dalam dua kubu yang berseberangan. Istilah Bumi Datar, yang sebelumnya kajian astronomi populer yang sedang naik daun di medsos, dicomot menjadi pelabelan politik pada masa Pilkada DKI Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kaum Bumi Datar menjadi olok-olok politik karena ada kelompok masyarakat yang punya kemiripan sifat dengan Flat Earth Society. Komunitas pseudoscience Flat Earth memang punya reputasi sebagai kelompok yang keras kepala dan antifakta.
"Kelompok Bumi Datar untuk menyebut kelompok yang berpikir dogmatis, tidak atas dasar rasionalitas," jelasnya.
Hal yang sama terjadi pada kubu sebelahnya dengan sebutan Kecebong, Bani Taplak. Sebutannya bisa apa saja, selama itu bisa memberikan citra yang buruk. Diskusi yang sehat berubah menjadi olok-olok.
"Ini untuk menempelkan citra buruk kepada pihak lain. Ini tidak sehat sih dalam masyarakat beradab sebenarnya. Mestinya mereka saling mencerahkan dan bukan prasangka," kata Najib. (fay/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini