"Kita tentu akan melakukan satu proses pengamanan dalam rangkaian kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada. Bilamana itu terkait Saudara Rizieq, tentu kita gembira dengan kepulangan Saudara Rizieq," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2017).
"Karena dalam hal ini bagi penyidik, bahwa kepulangan Saudara Rizieq itu bisa menyelesaikan satu proses hukum yang dijalani yang bersangkutan," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Martinus mengingatkan, Habib Rizieq belum menuntaskan persoalan hukumnya saat pergi ke Arab Saudi untuk menjalankan ibadah umrah. Martinus mengatakan warga negara wajib mengikuti proses di kepolisian bila terjerat masalah hukum.
Disinggung belum adanya pernyataan Habib Rizieq bersedia diperiksa, Martinus menyatakan penyidik akan melayangkan panggilan ke Rizieq sesuai undang-undang. Pemanggilan itu mulai yang pertama hingga upaya paksa.
"Kita akan melakukan panggilan, apabila itu baru panggilan pertama, akan kita panggil lagi apabila panggilan kedua. Panggilan kedua sudah dilakukan, tentu kita punya upaya untuk pemanggilan paksa dan menghadirkannya dalam sebuah proses pemeriksaan," imbuh Martinus.
Polri akan melihat sikap Habib Rizieq bersedia atau tidak menjalani proses hukum. Rizieq terjerat beberapa kasus di kepolisian, seperti kasus memelesetkan kata 'sampurasun' jadi 'campur racun', kasus tanah, kasus penghinaan Pancasila, dan chat mesum baladacintarizieq.
Baca Juga: Nasib FPI di Tangan Perppu
Tiga kasus pertama ditangani Polda Jawa Barat dan kasus terakhir ditangani Polda Metro Jaya. Status hukum Rizieq dalam perkara penghinaan Pancasila dan chat mesum sudah tersangka.
Tersangka yang belum bisa dimintai keterangan seperti pada Habib Rizieq jadi salah satu penyebab kasus tertunda. Polisi berharap Rizieq taat para proses hukum agar kasus ini tidak menjadi tunggakan Polri.
"Tunggakan-tunggakan perkara di kepolisian bisa hampir 20-30 persen setiap tahun. Karena memang, satu, situasi yang membuat tidak bisanya tuntas. Misalnya ada kemudian tersangka yang tidak ada di tempat, saksi yang kurang, barang bukti kurang cukup, sehingga membuat hampir perkara 20 sampai 30 persen itu tertunda," terang Martinus. (aud/idh)











































