"Ini menjadi penguat bagi langkah KPK di penyidikan terkait dengan indikasi penyimpangan dalam penerbitan SKL terhadap salah satu obligor BLBI, padahal masih ada kewajiban yang belum diselesaikan Rp 3,7 triliun," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (2/8/2017).
"Selain itu, pihak yang terkait, termasuk obligor kita ingatkan untuk koperatif dalam proses hukum ini," tutur Febri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini KPK fokus di tataran implementasi kebijakan, yaitu mengusut penyimpangan yang terjadi dalam penerbitan SKL tersebut. Serangkaian kegiatan penyidikan akan kita lakukan setelah ini," ucap Febri.
Dalam sidang praperadilan, hakim tunggal Effendi Mukhtar menyatakan status tersangka dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI tetap sah.
"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi termohon seluruhnya, dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Effendi membacakan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Rabu (2/8).
Hakim dalam putusannya menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan prosedur, yaitu memiliki alat bukti yang cukup.
"Setelah memperlihatkan alat bukti minimal dua alat bukti yang cukup, calon tersangka sudah diperiksa sesuai prosedur," kata Effendi.
Praperadilan itu berawal dari penetapan Syafruddin sebagai tersangka oleh KPK berkaitan dengan pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), pada 2004.
Pemberian SKL itu dilakukan terkait dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN. SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002, yang diterbitkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini