Polda Kalbar Tangkap 77 Penambang Emas Ilegal

Polda Kalbar Tangkap 77 Penambang Emas Ilegal

Audrey Santoso - detikNews
Senin, 31 Jul 2017 17:30 WIB
Lokasi penambangan emas ilegal. (Istimewa)
Jakarta - Sebanyak 77 penambang emas ilegal ditangkap oleh aparat Polda Kalimantan Barat. Mereka terjaring Operasi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat, dalam kurun 14-28 Juli 2017.

"Terkait banyaknya info masyarakat bahwa banyaknya penambangan emas ilegal di Kalimantan Barat, sehingga kita melakukan operasi dari tanggal 14 sampai 28 Juli atau 14 hari," kata Dirreskrimsus Polda Kalimantan Barat Kombes Mashudi kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (31/7/2017).

Mashudi mengatakan Polda Kalimantan Barat melibatkan 500 personel untuk Operasi PETI. Hasilnya, polisi menemukan 85 lokasi penambangan ilegal tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kegiatan operasi ini melibatkan 500 personel Polda dan jajarannya. Hasilnya, yang kita dapat tindak 85 lokasi penambangan emas ilegal. Kami menangkap 77 tersangka," ujar Mashudi.

Polisi menyita sejumlah barang bukti dari para penambangan ilegal, di antaranya pasir emas, 7 gram emas, 56 dompeng, karpet untuk menyaring emas, 55 unit alat pendulang, slang penyedot air, dan berbagai alat penambangan ilegal.

"Barang buktinya yang kita sita di antaranya ada emas berupa pasir emas, ada 56 dompeng, 7 gram emas, kemudian drum, dan alat-alat penambangan lainnya, seperti alat pendulang, slang penyedot," ucap Mashudi.

Mashudi menyampaikan para pelaku dijerat Pasal 185 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan. "Ancaman hukumannya 10 tahun penjara maksimal, atau denda Rp 10 miliar," kata Mashudi.

Mashudi menjelaskan kegiatan penambangan ilegal terjadi karena lokasinya jauh dari permukiman warga dan pantauan aparat. Dia menggambarkan waktu tempuh antara permukiman dan lokasi penambangan adalah 6 jam jika dilakukan dengan berjalan kaki.

"Ini kan lokasinya jauh, kalau jalan kaki bisa 3 sampai 6 jam, bukan di lokasi yang dekat dengan pemukiman atau kita bisa lihat dengan mudah begitu," tutur Mashudi.

Mashudi mengungkapkan aparat sempat kesulitan mengamankan para penambang liar. Pertama, karena penambang liar yang masih menggunakan alat tradisional beroperasi malam hari. Kedua, karena ada juga masyarakat yang melindungi kegiatan ilegal tersebut.

"Ada yang dia (penambang liar) beroperasi malam. Ada yang siang karena menggunakan mesin jaring. Kalau yang malam hari, mereka mendulang, itu kami kesulitan menemukannya. Ada yang lari juga saat kami hendak amankan," ujar Mashudi.

"Beberapa tempat, masyarakat sekitar mendukung mereka karena mungkin mendapat keuntungan dari kegiatan itu. Misalnya masyarakat yang jual makanan, makanannya dibeli oleh para penambang," ucap Mashudi.

Masih kata Mashudi, para penambang liar yang menggunakan alat berat mendirikan bangunan semacam gubuk di lokasi tambang ilegal. "Yang peralatan berat, menggunakan dompeng dan alat berat, mereka membangun gubuk-gubuk di lokasi," tutur dia.

Saat ini aparat masih memeriksa para penambang ilegal untuk menelusuri ke mana pasir-pasir emas tersebut bermuara.

"Setelah mereka mendapatkan pasir emas, dikumpulkan, dijualbelikan ke black market. Ini kan sudah dapat pelaku-pelakunya, kita periksa dulu, mereka dapat peralatan dari mana. Pengembangan akan mengarah ke siapa yang menyediakan alat, siapa yang mengepul atau black market-nya gitu bagaimana," tutur dia. (aud/bag)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads