"Tata cara pengelolaan keuangan haji harus dituangkan rincian dan kebijakannya dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini amanat dari Pasal 48 Ayat (3) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah lebih baik fokus menyusun PP yang diamanatkan tersebut daripada mengumbar wacana yang tidak jelas standar hukumnya," ujar Khatibul dalam keterangannya, Minggu (30/7/2017).
Khatibul menjelaskan penempatan dana haji harus memperhatikan prinsip syariah. Pemerintah pun diminta untuk mengkaji lagi infrastruktur mana yang masuk dalam kategori syariah atau pun tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menerangkan bahwa investasi dana haji melalui Badan Pelaksana Keuangan Haji (BPKH) harus atas persetujuan Dewan Pengawas dan DPR. Namun sampai saat ini usulan dana haji untuk infrastruktur ini belum pernah diajukan kepada DPR.
"Usulan dana haji untuk infrastruktur belum pernah diajukan kepada DPR, apalagi dibahas dan disetujui Komisi VIII, tetapi Anggito Abimanyu sebagai anggota BPKH sudah berani menyatakan akan menjalankan permintaan Presiden. Ini pelanggaran yang lain lagi," terang anggota DPR Komisi VIII itu.
Selain itu, Khatibul menegaskan dana haji sebenarnya telah dialokasikan untuk infrastruktur melalui Suku Dana Haji Indonesia (SDHI) sejak 7 tahun lalu. Dia berpendapat jangan sampai dana haji terlalu besar diinvestasikan untuk infrastruktur hingga mencapai 40 persen.
"Dana haji sesungguhnya sudah sejak 7 tahun lalu banyak diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau SBSN yang berjumlah cukup besar yaitu 35,2 Triliun. Sukuk dibolehkan karena instrument syariah. Tetapi, jangan sampai dana haji terlalu besar diinvestasikan ke sukuk atau SBSN hingga mencapai 40 persen," tegasnya.
Terakhir, dia meminta pemerintah untuk fokus dalam memberikan kemaslahatan bagi jemaah haji. Hal itu bisa dilakukan dengan membangun infrastruktur semacam hotel bagi jemaah haji, rumah sakit dan keperluan lainnya.
"Dana haji juga harus difokuskan untuk kepentingan jemaah haji dan kemashlahatan umat Islam sebagaimana amanat Pasal 26 Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji. Misalnya untuk membangun infrastrukur haji di tanah suci; membangun hotel bagi jemaah haji, transportasi darat, rumah sakit, dan infrastruktur lain yang selama ini selalu menyewa dibanding digunakan untuk infrastruktur umum di dalam negeri," imbuhnya. (knv/rna)











































