"Penetapan tersangka itu tidak didasari oleh dendam ataupun ancaman, tetapi didasari hasil ekspose yang dilakukan banyak orang, ada penyidik, ada jaksa penuntut umum, ada pimpinan. Dan di situ diambil kesimpulan bahwa ME (Muhtar Ependy) diduga terlibat atau melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan sengketa pilkada di Empat Lawang," ujar Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2017).
Muhtar juga menuturkan, setelah tiga tahun menjalani hukuman, ia kini kembali terseret sebagai tersangka suap. Ini diketahuinya dari media.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhtar Ependy merupakan salah satu orang yang diminta membuka 'cacat' KPK di depan Pansus Hak Angket KPK. Muhtar mengaku mendapat tekanan saat penggeledahan, bahkan sebelum ia menjadi saksi.
"Ancaman pertama dari Novel, 23 Oktober 2013, penggeledahan pertama, saya belum ditetapkan sebagai saksi. 'Kalau Pak Muhtar tak mau kerja sama, saya akan penjarakan Pak Muhtar 20 tahun dengan 4 pasal memberatkan,'" kata Muhtar di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, sore tadi.
"'Saya akan miskinkan Pak Muhtar sebagaimana Jenderal Djoko Susilo. Jangankan polisi, presiden pun bisa saya tangkap.' Demi Allah, demi Rasulullah, istri saya saksinya," katanya.
Muhtar menyebut ancaman Novel terbukti. Ia akhirnya dipenjara selama 5 tahun. Namun hukumannya terus ditambah Novel dengan menambahkan kasus-kasus lain yang tak diketahuinya.
"Ancaman terbukti dilakukan beliau, saya dipenjara 5 tahun bukan pasal koruptor karena itu pidana umum. Dikenakan empat pasal," tutur Muhtar. (nif/rvk)