Kasus bermula saat Joko menjabat sebagai Kepala Seksi Teknik Sipil dan Lingkungan Bandar Udara pada Balai Teknik Penerbangan Direktorat Bandar Udara. Dengan jabatannya itu, Joko menjadi satu-satunya yang berhak mengoperasikan HWD milik Dirjen Perhubungan Udara itu.
Di Indonesia, hanya Dirjen Perhubungan Udara yang memiliki alat tersebut. Alat tersebut berfungsi menguji mutu, hasil pekerjaan sipil dan kualitas bandar udara seperti kualitas aspal, tanah, beton dan daya dukung kekuatan fungsi fasilitas sisi udara. Aalat itu juga untuk mengukur tingkat kekerasan runway, dan kerataan runway serta pengujian kualitas air, kualitas tanah hingga kebisingan di bandar udara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Bandara Juanda
2. Bandara Kualanamu.
3. Bandara Halim Perdanakusuma.
4. Bandara Supadio.
5. Bandara Minangkabau.
6. Bandara Kalimaru-Berau.
7. Bandara Juwata Tarakan.
8. Bandara Ahmad Yani.
9. Bandara Raden Inten II.
Kontraktor membayar sewa penggunaan alat itu, tetapi belakangan tercium uang itu menguap entah ke mana. Atas hal itu, penyidik yang mendapati kecurigaan menahan pria kelahiran 10 November 1966 itu.
Kasus itu pun dilimpahkan ke pengadilan. Pada 17 Maret 2016, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara ke Joko. Hukuman Joko dinaikkan menjadi 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 10 Juni 2016.
Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi dengan tuntutan Joko dihukum 8 tahun penjara. MA akhirnya mengabulkan permohonan jaksa.
"Terdakwa tidak menyetorkan hasil penggunaan HWD tetapi menggunakan untuk kepentingan sendiri sehingga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e UU Tipikor," kata ketua majelis Artidjo Alkostar sebagaimana dikutip dari website MA, Selasa (25/7/2017).
Selain itu, majelis kasasi juga meyakini Joko melakukan tindak pidana pencucian uang sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Menjatuhkan hukuman 8 tahun dan 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 2,5 miliar, subsidair 1 tahun," ucap majelis yang beranggotakan MS Lumme dan Krisna Harahap.
Vonis ini 6 bulan lebih berat dari tuntutan jaksa. Adapun untuk pencucian uang, MA merampas aset Joko, yaitu:
1. Satu unit kios di Thamrin City.
2. Rekening di bank atas nama Jenie dengan saldo Rp 300 juta.
3. Rekneing di bank atas nama Euis Permanasari dengan saldo Rp 289 juta. (asp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini