Puncak bentrokan terjadi menjelang salat Jumat pada 21 Juli. Polisi Israel membatasi orang-orang yang masuk ke dalam kompleks Kota Tua di bagian Yerusalem Timur. Mereka melarang orang-orang di usia di bawah 50 tahun, masuk ke dalam masjid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konflik antara Israel-Palestina di wilayah kompleks Masjid Al-Aqsa bukan baru kali ini saja terjadi. Ketegangan antara Israel-Palestina terlihat dari aksi pembakaran masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969. Masjid suci umat Islam itu dibakar oleh zionis asal Australia, Denis Michael Rohan.
Saat kebakaran, tidak ada petugas pemadam kebakaran yang dengan segera memadamkan api. Jemaah masjid dan warga muslim saling membantu untuk memadamkan api. Insiden kebakaran itu menimbulkan dugaan konspirasi dengan keterlibatan pihak Israel. Rohan ditangkap dua hari kemudian kemudian dibebaskan. Pemerintah Israel menyebut Rohan tidak waras dalam melakukan aksi itu.
Ketegangan yang memicu konflik kembali terjadi pada 1982. Seorang mahasiswa bersenjata menyerang Masjid Al-Aqsa melalui Gerbang Chain (Chain Gate). Aksi itu diawali dengan penyerangan terhadap dua orang penjaga masjid.
Kemudian pada 15 Januari 1988, pasukan Israel menembakkan gas air mata ke jemaah di Masjid Al-Aqsa dan Dome of The Rock. Selain itu, pasukan juga menembakkan peluru baja berlapis karet. Kejadian itu melukai 40 orang.
Untuk pertama kalinya, pada 30 Oktober 2014, Israel menutup masjid Al-Aqsa. Penutupan dilakukan sebagai reaksi atas penembakan rabi Yehuda Glick. Besoknya, Israel mengumumkan membuka Masjid Al-Aqsa untuk umat Islam setelah adanya seruan dari Arab dan Amerika Serikat.
Bentrok seolah tak berujung, pasukan Israel kembali menyerang warga Palestina. Pada 26 Juli 2015, sebanyak 19 penjaga Masjid Al-Aqsa bentrok dengan pasukan Israel. Mereka menyerbu masuk ke dalam masjid saat bentrok dengan warga Palestina. Umat Muslim marah lantaran dibuka akses masjid bagi Yahudi untuk merayakan Tisha B'av. (nkn/fjp)