Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan, salah satu penyebab pernikahan anak karena belum adanya payung hukum yang melarang pernikahan anak. Dalam UU Perkawinan, batas usia pernikahan adalah 16 tahun untuk wanita. Padahal, menurut UU Perlindungan Anak, umur 16 tahun masih masuk dalam kategori anak-anak.
"Setiap tahun rata-rata ada 4 juta perkawinan. Jadi, hampir 2 juta itu jumlah perkawinan anak dan di desa jumlahnya tiga kali lipat lebih banyak dari perkotaan. Rata-rata perkawinan anak ini kan alasannya karena kemiskinan," ujar Dian di Resto Bakoel Koffe, Cikini, Jakpus, Minggu (23/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak-anak yang kemudian kawin anak ini karena dia lama tidak membaca tulis maka dengan cepat dia menjadi buta huruf dan anak-anak yang buta huruf ini tidak punya daya untuk mendorong anak-anaknya untuk pendidikan. Artinya jumlah anak-anak putus sekolah yang tinggi juga disebabkan karena akibat perkawinan anak," ujarnya.
Sedangkan, Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo, meminta pemerintah harus segera merevisi UU Perkawinan tentang batas usia perkawinan. Dia menilai, pernikahan anak itu berdampak negatif pada kesehatan dan psikologis.
"Dalam UU itu menyebutkan anak perempuan boleh menikah di usia 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Pernikahan di usia 16 tahun itu dampaknya sangat jelas sekali, dampak kesehatan, kesehatan itu fisik dan mental. Berdampak juga pada sumber kualitas SDM, pasti dia tidak berpendidikan tinggi dan dia akan cari kerja sulit atau hanya sampai pada menjadi TKW atau pembantu runah tangga. Dampak pendidikan dampak sosial itu dia akan mengalami suatu mengurung diri untuk dalam pergaulan sosial," ujarnya.
(rvk/rna)