Pengamat transportasi, Darmaningtyas, menanggapi peresmian 'Pak Ogah' sebagai Supeltas tidak masalah. Namun, ia mengatakan jangan sampai hal ini memberatkan masyarakat.
"Menurut saya kalau mau diformalkan nggak apa-apa. Bukan setuju, kalau mau diformalkan tidak apa-apa asal masyarakat tidak bayar, kalau bayar seperti sekarang ini ngapain harus diformalkan," kata Darmaningtyas saat dihubungi detikcom, Sabtu (22/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang gitu ya nggak apa-apa, kasih seragam saja. Jadi masyarakat tahu kalau ini membantu. Masalahnya adalah siapa yang menanggung upah mereka?" ujarnya.
Darmaningtyas mengatakan jika 'Pak Ogah' diupah oleh masyarakat berarti tidak ada perubahan dengan saat ini. Dia menegaskan harus ada pihak yang akan mengupah 'Pak Ogah' agar tidak membebani masyarakat.
"Misal, kalau dibayar dari Pemprov jadi mereka tidak memungut dari pengguna jasa. Kalau memungut seperti sekarang ngapain harus diformalkan. Tapi kalau mau difromalkan mungkin pembayarannya dari Pemprov atau pihak mana," jelasnya.
Dia juga mengatakan peran 'Pak Ogah' itu kadang membantu atau bahakan sebaliknya. Bahkan 'Pak Ogah' kerap mendahulukan pengendara yang memberinya upah dan menghambat jalan orang lain.
"Ya 'Pak Ogah' itu kan ada yang justru perannya menggangu, ada memang yang memperlancar. Ada kadang-kadang jalannya baik saja tapi karena ada 'Pak Ogah' malah macet. Tapi ada yang malah membantu," imbuhnya.
"Ya membuat terhambatnya pengendara jalan, sering kali mendahulukan pengendara yang memberi uang. Kalau tidak memberi, tidak didahulukan," sambungnya.
Dalam perekrutan ini, Darmaningtyas juga berpesan agar pihak yang akan merekrut 'Pak Ogah' mempunyai standar usia dalam pemilihan. Hal ini guna mengantisipasi anak-anak atau remaja yang dapat dipekerjakan.
"Saya kira ya, yang sudah dewasalah jangan yang anak-anak. Itu usia dewasa yang diatas 18 tahun, yang sudah punya pertimbangan-pertimbangan kalau mengatur jalan, anak-anak dan remaja jangan direkrut," tutupnya.
(cim/dnu)