Benda yang jatuh di maninjau itu merupakan bagian dari roket milik China dengan nomor CZ-3A. Roket itu digunakan untuk meluncurkan satelit navigasi Beidoi M1 pada 13 April 2007. Bagian roket yang jatuh itu merupakan bagian dari tangki bahan bakar.
"Ketinggian awalnya, ini orbitnya elips. Ketinggiannya mencapai 22 ribu km dan orbit terendahnya 200 km. Karena hambatan atmosfer selama orbitnya tersebut, makin lama orbitnya makin rendah. Saat memasuki atmosfer dari ketinggian 120 km, objek tidak bisa melanjutkan orbit dan jatuh," Kepala Lapan Thomas Djamaluddin ketika dikonfirmasi detikcom, Kamis (20/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prediksi waktu dan lokasi jatuh yang diberikan di situs lapan tersebut hanya waktu dan lokasi jatuh hingga ketinggian sekitar 120 km (benda mengalami atmospheric reentry). Bukan waktu dan lokasi jatuh benda (atau biasanya serpihannya) di permukaan Bumi. Sangat sulit memperkirakan kapan dan di mana serpihan sampah antariksa akan menghantam permukaan Bumi.
Selain sampah antariksa, ada pula benda jenis meteroit yang bisa dipantau melalui situs lapan. Meteorit pun secara umum mungkin dipantau dan diantisipasi, tetapi sangat sulit dilakukan, termasuk oleh negara maju. Ada sejumlah alasan.
Alasan pertama, perlu teleskop yang mampu mendeteksi objek sangat redup yang bergerak sangat cepat (dengan kecepatan sekitar 100.000 km/jam). Teleskop harus terintegrasi dengan sistem pengolah data cepat yang dilengkapi model orbit asteroid dan trayektorinya.
Kedua, perlu memperhitungkan efektivitas dan efisiensi karena jangka waktu deteksi dan kejatuhan di bumi sangat singkat untuk objek relatif kecil.
Di seluruh dunia (bukan hanya di Indonesia) belum ada teknologi yang mampu mengantisipasi meteorit kecil. Pada 14 April 2010 meteorit berdiameter sekitar 1 meter berdaya ledak 20 ton TNT jatuh di Wisconsin, AS, tanpa bisa diantisipasi (untungnya pecah sebelum mencapai bumi). Pada 2008, meteorit 2008 TC3 berdiameter 4 meter secara kebetulan terekam di teleskop otomatis pemantau asteroid dekat bumi dan diproses orbitnya. Tetapi pemantauan itu dan hasil perhitungannya hanya memberi waktu 19 jam sebelum jatuh di permukaan bumi (di gurun di Sudan). Pada saat terdeteksi jaraknya masih sekitar 2.000.000 km. Untuk meteorit yang lebih kecil lagi, objek baru terdeteksi pada jarak yang lebih dekat, yang berarti (kalau pun terekam) hanya menyisakan waktu beberapa jam sebelum jatuh.
Untuk antisipasi meteorit besar, secara internasional sudah ada program pemantau asteroid sekitar bumi dengan biaya sangat mahal. Program "Spaceguard" berupaya mendeteksi asteroid dekat bumi dengan target capaian mendeteksi 90% asteoroid berdiameter lebih dari 1 km sampai 2008 yang kini terus berlanjut. Program NASA 2003 mengusulkan dana US$250β450 juta (sekitar Rp 2,5β4,5 triliun) untuk mendeteksi 90% asteroid dekat bumi berdiameter lebih dari 140 meter sampai 2028. (fjp/fjp)