Ini Perbuatan-perbuatan Pidana 2 Terdakwa e-KTP Versi Jaksa

Ini Perbuatan-perbuatan Pidana 2 Terdakwa e-KTP Versi Jaksa

Rina Atriana - detikNews
Kamis, 20 Jul 2017 08:46 WIB
Ini Perbuatan-perbuatan Pidana 2 Terdakwa e-KTP Versi Jaksa
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto, dituntut masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara. Hari ini, keduanya akan menghadapi vonis majelis hakim.

Apakah lebih rendah atau lebih tinggi dari tuntutan jaksa?

Sebelumnya, mengacu pada surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum pada 22 Juni 2017 lalu, ada sejumlah perbuatan pidana dari Irman dan Sugiharto dalam kongkalikong proyek e-KTP hingga merugikan negara sedikitnya Rp 2,3 triliun dari seluruhnya total proyek Rp 5,9 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedikitnya ada 6 perbuatan yang dilakukan keduanya yang dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku. Berikut perbuatan-perbuatan pidana tersebut selengkapnya:

1. Menguntungkan diri sendiri

Irman

Menurut jaksa, Irman dalam rangkaian penganggaran maupun pengadaan barang/jasa menerima uang USD 573.700, Rp 2.298.720.000, dan SGD 6.000.

Rincian pemberian uang:
a. USD 300.000 diterima dari Andi Narogong
b. Rp 1 miliar dari Sugiharto
c. USD 200.000 dari Sugiharto untuk biaya operasional Irman
d. Rp 1.298.750.000 yang bersumber dari uang Irman dan dikelola Suciati. Jumlah itu setelah dikurangi Rp 75.500.000 untuk Diah Anggraini dan Gamawan Fauzi
e. USD 73.700 dan SGD 6.000 yang dikelola Suciati

Sugiharto

Sugiharto disebutkan menerima uang seluruhnya USD 2.350.000 dan Rp 460.000.000. Dari jumlah tersebut USD 1.900.000.000 di antaranya atas perintah Irman diberikan kepada Miryam Haryani, Ade Komarudin, dan Markus Nari. Oleh karena senyatanya, Sugiharto menerima USD 450.000 dan Rp 460 juta.

2. Menguntungkan pihak lain

Sedikitnya ada 32 pihak yang diuntungkan oleh Irman dan Sugiharto terkait pengerjaan proyek e-KTP. Berikut daftar lengkapnya:

1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
34. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
36. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36

3. Lobi ke DPR dan Pertemuan Strategis

Jaksa menyebut sejak awal proyek e-KTP telah dirancang Irman dengan cara melakukan lobi ke DPR untuk memperoleh persetujuan. Bukti lobi adalah adanya pertemuan-pertemuan.

Salah satunya pertemuan di Hotel Sultan yang dihadiri Diah Anggraeni, Andi Narogong, dan Johannes Marliem. Irman memperkenalkan Andi sebagai broker yang mengurus proyek e-KTP di DPR.

"Pertemuan-pertemuan antara para terdakwa tersebut merupakan pertemuan informal, akan tetapi memiliki pertemuan yang memiliki nilai strategis untuk menentukan apakah proyek e-KTP ini akan disetujui oleh pihak DPR dan untuk mengatur siapa nantinya yang akan mengerjakan proyek e-KTP," ujar jaksa saat membaca surat tuntutan.



4. Menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Tak Sesuai Aturan

Menurut jaksa, pembuatan HPS dan analisis harga material (OE) blanko e-KTP tanpa dilakukan survey hingga menyebabkan kemahalan. Penentuan HPS dan OE yang sesuai aturan menjadi tanggung jawab PPK dalam hal ini Sugiharto.

"Akan tetapi HPS ternyata telah dibuat dengan tidak berdasar informasi dari sumber yang independen dan dipercaya," ujar jaksa.

Jaksa menegaskan memiliki bukti-bukti adanya penentuan harga berasal dari data perusahaan-perusahaan pemenang lelang. Sehingga harga dalam HPS tak mencerminkan harga kompetitif.

5. Perintah kucurkan dana Rp 200 miliar dan pembentukan 3 Konsorsium

Hadirnya Andi Narogong dianggap jaksa dibutuhkan makelar untuk memperoleh anggaran proyek dari DPR. Saksi Winata Cahyadi kemudian diperintahkan Irman untuk menyediakan dana Rp 200 miliar guna pengurusan anggaran di DPR.

Adanya peran makelar tersebut didukung keterangan saksi Johanes Tan dan Yimmy Iskandar yang menyebut Andi Narogong merupakan pemilik proyek e-KTP. Istilah Andi 'pemilik' proyek e-KTP diperkuat dengan dibentuknya 3 konsorsium yakni konsorsium PNRI, konsorsium Astragraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera di ruko Fatmawati lokasi kantor-kantor milik Andi Narogong.

Irman dianggap jaksa punya peran dalam pembentukan 3 konsorsium tersebut. Pembentukan 3 konsorsium merupakan tindak lanjut dari pertemuan di Restoran Peacok Hotel Sultan yang dihadiri Johanes Tan, Johannes Marliem, Diah Anggraini, dan Husni Fahmi.

6. Memilih produk custom dengan mereka tertentu

Menurut jaksa, Irman selaku Dirjen Dukcapil berperan memilih produk yang akan digunakan dalam proyek e-KTP, di antaranya PC merek HP, printer merek Fargo HDP 500 yang dirancang khusus dengan penguncian pada Colour Ribbon Printer YMKCH Part Number 75202 dan HDP Retransfer Film Part Number 75203.

"Fakta tersebut didukung keterangan saksi Johanes Richar Tanjaya yang bersesuaian dengan alat bukti berupa Surat berupa Order Processing Guideline," tutur jaksa kala itu.

Selain produk HP, Irman juga mengarahkan agar produk AFIS menggunakan produk yang dipasok Johannes Marliem dan software data base merek Oracle. Irman juga disebut terkesan memaksakan arahannya.

"Terdakwa I (Irman) telah menyalahgunakan wewenang yang ada padannya baik selaku Dirjen, Tim Teknis, serta Tim Supervisi dalam proyek e-KTP, dengan tujuan mendapat keuntungan pribadi secara melawan hukum," jelas jaksa.

"Demikian juga dengan terdakwa II (Sugiharto) telah menyalagunakan wewenangnya selaku PPK untuk kepentingan pribadi. Di antaranya memerintahkan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa untuk meloloskan peserta lelang yang tidak sesuai persyaratan, menerima uang dari pihak rekanan, melakukan lobi-lobi ke anggota DPR, dan memberikan sejumlah uang ke oknum DPR dan pihak lain," urainya.
Halaman 2 dari 2
(rna/nkn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads