Fakta-fakta Happy Five, Psikotropika yang Jerat Artis dan Pejabat

Fakta-fakta Happy Five, Psikotropika yang Jerat Artis dan Pejabat

Audrey Santoso - detikNews
Rabu, 19 Jul 2017 09:38 WIB
Ilustrasi Happy Five Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Happy Five merupakan psikotropika yang jika dikonsumsi berpengaruh langsung pada susunan saraf pusat. Namun dalam perkembangannya, obat ini disalahgunakan bukan untuk pengobatan.

Saksikan video 20detik mengenai Kasus Pretty Asmara di sini:


Jika dijajarkan dengan zat atau obat-obatan seperti sabu, ekstasi dan semacamnya, Happy Five adalah psikotropika yang masuk kategori ringan.


"Barang ini termasuk dalam psikotropika Golongan IV yaitu ringan di bawah ekstasi, " kata Direktur Reserse Narkotika Bareskrim Polri, Brigjen Eko Daniyanto, kepada detikcom, Rabu (19/7/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eko menjelaskan Happy Five diproduksi sejak tahun 1964 di Jepang dengan nama Erimin-5. Sebutan Happy Five karena timbul rasa senang pada diri orang yang mengonsumsinya.



"Tahun 1964, Erimin 5 atau Happy Five mulai diproduksi di Jepang. Dipanggil Happy Five karena ketika dimakan dalam kadar yang pas, dia kayak orang senang. Jadi obat gembira," jelas Eko.

Mantan Direktur Reserse Narkotika Polda Metro Jaya ini mengatakan Happy Five di pasar gelap narkoba Indonesia, tidak terlalu digandrungi. Ekstasi dan sabu masih tetap menjad favorit para pengguna napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya).

"Di Indonesia masih ada juga (pasarnya) tapi tidak sebanyak ekstasi dan sabu. Orang Indonesia lebih suka yang kayak ekstasi, maunya sampai over dosis," kata Eko.

"Happy Five ini pangsa di Indonesia kurang ya. Jadi Hapy Five ini kan termasuk sebutannya (di Indonesia) Halime," sambung dia

Namun, Eko menerangkan ada dua alasan Happy Five tetap memiliki pasar di Indonesia. Pertama, sebagai alternatif ekstasi. Kedua, harganya lebih murah dibanding ekstasi. Eko menuturkan kebanyakan konsumen Happy Five di Indonesia adalah kalangan anak muda berdasarkan usia, dan artis berdasarkan profesi.

"Karena mungkin ekstasi asli susah dicari, jadi mereka lebih bagus menggunakan Happy Five, karena asli dari Jepang. Harganya lebih murah. Kayaknya Happy Five ini banyak dipakai kalangan anak-anak muda dan artis itu banyak pakai. Bagi pecandu, kalau sudah pakai ekstasi pasti dicampur Happy Five. Rata-rata begitu," ujar Eko.

Menurut Eko, reaksi tubuh ketika mengonsumsi Happy Five hampir sama dengan ekstasi di antaranya perubahan perasaan, perubahan mental, perubahan perilaku, menurunkan kerja otak, menimbulkan halusinasi, dan ketergantungan.

"Gejalanya gangguan, bagi pengguna akan berupa sulit tidur, mual, muntah, denyut nadi cepat dan berkeringat berlebihan. Hampir sama seperti ekstasi tapi komposisinya beda," tutur Eko.

Fase berbahaya menggunakan Happy Five, Eko melanjutkan, adalah saat pengguna menggunakan secara berlebihan dan mengalami keram perut yang diikuti sesak nafas, hilang kesadaran, rabun dan seperti orang lumpuh. Untuk jangka panjang, penggunaan Happy Five dapat merusak fungsi ginjal.

"Berbahaya jika keram perut. Bagi pengguna yang berlebihan menyebabkan kematian karena terserang sesak napas, kehilangan kesadaran, gangguan penglihatan kayak rabun, gangguan pikiran, gangguan berbicara, sulit bergerak. Lalu yang bahaya lagi merusak ginjal," ucap Eko.


(aan/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads