"Yang ingin saya bantah adalah, tidak benar bahwa perppu itu akan memberi ruang kesewenang-wenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas. Menurut saya tidak. Jadi sekali lagi, itu levelnya hanya keputusan administrasi dan bisa dibawa di PTUN," kata Teten saat ditemui usai acara peresmian Akademi Bela Negara (ABN) di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Teten mengatakan, pemerintah memang harus mengambil langkah tegas dan konsisten terhadap ormas-ormas yang disinyalir anti terhadap Pancasila. "Karena perppu suatu penegasan bahwa Pancasila sudah final, dan kita harus menjaga keutuhan bangsa," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sebenarnya keliru, karena menurut saya tidak perlu ada kekhawatiran pemerintah akan sewenang-wenang. Karena ini hanya pada level kebijakan administrasi. Jadi ini hanya untuk meluruskan kembali prinsip hukum administrasi. Kalau pemerintah punya hak mengeluarkan kebijakan, pemerintah harus punya juga kewenangan, kalau ada kesalahan juga melakukan koreksi," katanya.
Teten pun memberi contoh. Jika ada ormas yang mendaftar ke Kementerian Hukum dan HAM, kemudian karena ada kekeliruan maka pendaftaran tersebut dibatalkan, maka Teten menegaskan itu bukanlah keputusan politik. Keputusan tersebut tetap bisa diuji dan dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Itu keputusan menteri ke bawah, sehingga itu bisa dilihat sebagai keputusan level administrasi. Bisa dibawa ke pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara. Jadi tetap bisa diuji di situ, tidak mungkin sewenang-wenang. Beda dengan misalnya lewat ketetapan politik dinyatakan satu ini terlarang, tidak begitu. Jadi tidak usah khawatir, karena itu menurut saya pengujian itu ya harus dilakukan oleh ormas ya kalau memang katakanlah keberatan dengan keputusan administrasi ini. Saya kira juga ada kesempatan mereka menguji perppu ini ke Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
Lalu, bagaimana dengan defenisi ormas anti-Pancasila, yang dinilai terlalu luas? Menjawab hal ini, Teten mengatakan pemerintah akan sangat berhati-hat dalam mengkategorikan hal itu. Terlebih jika keputusan itu nantinya bisa digugat.
"Kenapa harus hati-hati pemerintah dalam mengimplementasikan itu karena dia bisa dibawa ke PTUN. Jadi enggak mungkin gegabah atau menafsirkan menjadi satu pasal karet. Itu menurut saya tidak. Lain halnya kalau suatu keputusan itu mutlak, tidak bisa dibawa ke PTUN, itu bolehlah dituding pemerintah otoriter. Ini kan kegentingannya kan di undang-undang ormas kan tidak ada pelarangan selain yang komunis," jelasnya. (jor/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini