Berkas kesimpulan tidak dibacakan, melainkan langsung diserahkan kepada hakim tunggal Cepi Iskandar. Begitu pula dari pihak termohon, yakni Polri, yang langsung menyerahkan berkas kesimpulan kepada hakim.
Ditemui seusai sidang, Munathsir menyebut ada pelanggaran prosedur dalam proses penyidikan kasus SMS ancaman. Alasannya, penyampaian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) melebihi batas waktu yang ditentukan, yaitu 7 hari setelah diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada intinya, kesimpulan ini, pertama, soal SOP SPDP-nya disampaikan lewat dari tenggang waktu yang ditentukan," kata Munathsir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jaksel, Jumat (14/7/2017).
Selain itu, pihak Hary Tanoe menyampaikan yang berwenang menyidik kasus ITE adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kominfo.
"Kedua, persoalan kewenangan penyidik sebagaimana di UU ITE Pasal 43 bahwa dalam kasus ITE, yang berwenang menyidik kasus ITE adalah PPNS," ucapnya.
Pengacara Hary Tanoe juga mempertanyakan tidak adanya bukti visum yang dilakukan jaksa Yulianto atas ancaman yang terjadi. Sebab, menurutnya, jika seseorang merasa terancam, baik secara psikologis maupun fisik, ia harus melampirkan bukti visum.
"Tidak ada rekam medis untuk mendukung tuduhan bahwa Saudara Yulianto terancam secara psikis dan fisik. Kalau misalnya dia merasa terancam, harusnya ada bukti rekam medis yang dilampirkan," kata Munathsir.
Sidang selanjutnya diagendakan pada Senin (17/7), dengan agenda pembacaan putusan atas permohonan praperadilan. (yld/fdn)











































