Pada saat perdebatan RUU Pemilu masih panas di Dewan, Partai Demokrat pun meramaikan jagat dunia maya. Para kader Demokrat pun menyuarakan penolakannya melalui media Twitter, Instagram, dan Facebook. Mereka pun memakai hashtag #TolakPresidentialThreshold20Persen pada setiap posting-annya.
"Intinya, setiap warga negara dan partai politik memiliki hak konstitusi dan tunduk pada konstitusi termasuk Keputusan MK tentang Pemilu serentak berdasarkan perintah UUD Pasal 22E," ujar Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (13/7/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain meramaikan tagar penolakan terhadap presidential threshold seperti yang diinginkan pemerintah dan partai-partai pendukungnya di angka 20-25 persen, kader-kader Partai Demokrat membuat meme. Meme tersebut menyandingkan wajar kader Demokrat dengan tulisan dilengkapi tulisan 'Saya Siap Jadi Capres 2019' dan tagar #TolakPresidentialThreshold20Persen.
Bila ambang batas capres dihilangkan, itu memang memungkinkan siapa saja untuk bisa menjadi capres. Atas permintaan pemerintah, Demokrat memiliki kekhawatiran akan menimbulkan fenomena calon tunggal pada Pemilu 2019 nanti.
"Kalau ada yang mau jadi calon tunggal, kita jadi capres saja. Warga negara melawan calon tunggal. Jika kecenderungan itu dibuat, capres tunggal, demokrasi kita dikebiri. Biarkan setiap warga negara mengajukan diri menjadi capres untuk melawan capres tunggal agar demokrasi tetap mekar, bukan justru dibonsai," kata Imelda.
Demokrat menilai, setiap warga negara memiliki hak yang dilindungi konstitusi untuk menjadi capres dan caleg melalui partai politik. Apabila presidential threshold disetujui di angka 20-25 persen, Imelda menyebut, itu sama saja seperti menghilangkan hak setiap warga negara.
"Boleh dong setiap orang bilang 'Saya Siap Jadi Capres 2019'. Itu demokrasi, free of speech. Setiap parpol pasti ada mekanisme untuk penjaringan capres, namun jangan belum esensi pemilu serentak 5 in 1 ini dibonsai dengan urusan PT 20%," tuturnya.
"Aksi individu ini hanya menegaskan tidak ada monopoli dalam pencapresan. Itu esensi demokrasi dibuka ruang yang sebesarnya," imbuh Imelda.
Pada rapat Pansus RUU Pemilu, Fraksi Partai Demokrat menyatakan sikap belum memilih paket isu krusial dan meminta pengambilan keputusan dibawa ke sidang paripurna pekan depan. Namun Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan dalam akun Twitter mengatakan pihaknya memilih paket B.
"@PDemokrat pilih Opsi B yang sesuai dengan UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi. O% untuk PresidentialThrashold, BUKAN 20%," cuit Hinca di akun Twitter-nya, @hincapandjaitan.
Adapun paket B pilihan keputusan pada isu krusial RUU Pemilu adalah sebagai berikut:
1. Presidential threshold: 0 persen
2. Parliamentary threshold: 4 persen
3. Sistem Pemilu: terbuka
4. Dapil magnitude DPR: 3-10
5. Metode konversi suara: kuota harre (elz/dkp)