"Kami yakin proses penyidikan sudah sesuai KUHAP," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Mohammad Fadil Imran saat dihubungi detikcom, Senin (10/7/2017).
Hary Tanoe mengajukan praperadilan ke PN Jaksel dengan permohonan agar hakim membatalkan status tersangka. Lewat pengacara, Hary Tanoe menyebut penyidikan kasus dugaan SMS ancaman ke jaksa Yulianto tidak sesuai prosedur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu pengacara Hary, Munatsir Mustaman optimistis dapat memenangkan praperadilan. Sebab proses penyidikan Polri dinilai tidak sesuai prosedur.
"Kami optimis karena proses penyidikannya sudah di luar prosedur. Jadi kami optimis Insya Allah praperadilan akan diterima," kata Munatsir.
Dalam pasal 109 KUHAP, menurut Munatsir, disebutkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) harus dikirim kepada terlapor dan pelapor dalam kurun waktu 7 hari. Namun kenyataannya, sambung Munatsir, SPDP baru dikirim 47 hari kemudian.
Lamanya pengiriman SPDP itu, disebut Munatsir, menyalahi ketentuan KUHAP. Karena itu, status tersangka kliennya diminta dicabut dan penyidikannya dihentikan.
"Kami jelas-jelas (berpendapat) tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka kami minta ke majelis SPDP-nya, laporan polisinya, sampai penetapan oleh polisi dibatalkan," ujar Munatsir.
Hary Tanoe menjadi tersangka karena SMS yang dikirim ke jaksa Yulianto disangkakan mengandung unsur ancaman. Polisi menjerat Hary Tanoe dengan Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008. Ancaman pidana penjaranya 4 tahun.
Sedangkan Hary Tanoe menyebut SMS yang dikirimnya tersebut tidak bermaksud mengancam. Kalimat yang dibuatnya itu menurutnya merupakan kalimat umum. (yld/fdn)











































