"Jika saya dinyatakan bermasalah agar saya diberi putusan izin dapat dekat dengan putri-putri saya, menjalani hukuman di Lapas Kelas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah," kata Handang saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).
Handang menjelaskan, pernikahannya tak berjalan mulus. Dia meminta dipenjara di Semarang karena anaknya berdomisili di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga meskipun dalam keterbatasan saya bisa menjalani tanggung jawab saya sebagai orang tua tunggal kepada anak-anak saya," urainya.
Handang mengakui telah menerima uang USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar dari Country Director PT EKP, Ramapanicker Rajamohanan Nair. Uang tersebut diyakini untuk membiayai uji materi UU Tax Amnesty di MK dan akan didistribusikan ke sejumlah pihak. Handang menyebut dia bukanlah inisiator pemberian uang tersebut.
"Sejak awal yang berinisiatif bertemu dengan saya adalah pihak perusahaan PT EKP, dalam hal ini Ramapanicker Rajamohanan Nair," ujar Handang.
Handang yang merupakan Kasubdit Pemeriksaan Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum di Dirjen Pajak Kemenkeu terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 21 November 2016. Handang melalui pengacaranya menyebut saat itu Handang sudah tak berstatus sebagai penyidik PNS (PPNS).
"Sejak 8 November 2015 terdakwa tidak pernah memperpanjang tanda pengenal PPNS. Sejak itu sudah tidak bisa menjalankan tugas sebagai PPNS. Maka secara de facto terdakwa bukan PPNS," ujar salah satu kuasa hukumnya. (rna/fdn)