Eks Pimpinan KPK Sebut Hak Angket Sebuah Langkah Mundur

Eks Pimpinan KPK Sebut Hak Angket Sebuah Langkah Mundur

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Jumat, 07 Jul 2017 20:33 WIB
Foto: Nur Indah F/detikcom
Jakarta - Mantan pimpinan KPK secara keras menolak hak angket KPK yang digulirkan oleh DPR. Menurut mereka, langkah ini adalah sebuah kemunduran.

"Hak angket memang hak konstitusional bagi DPR, tapi hak angket DPR itu adalah langkah mundur dan dikategorikan sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi," ujar mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/7/2017).

Secara khusus eks pimpinan dan pegawai KPK menyampaikan keprihatinannya akan serangan terhadap KPK saat ini. Mereka yang hadir selain Taufiequrachman Ruki di antaranya mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean serta mantan Wakil Ketua KPK Zulkarnain, Adnan Pandu Praja, dan Chandra M Hamzah. Ada pula mantan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja, mantan Deputi Pencegahan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, juga Eko Soesamto Tjiptadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka mencermati perkembangan KPK terakhir dan mendukung langkah pimpinan KPK dalam menghadapi hak angket, terutama dengan tetap berfokus dalam penanganan perkara e-KTP. Sementara itu, soal kemunduran yang dilakukan DPR disebut berkaitan dengan pelumpuhan lembaga antirasuah itu.

"Sejak 2005, pimpinan KPK jilid I sudah mensinyalir ada kegiatan yang kita beri nama 'corruptor fight back', perlawanan para tersangka korupsi terhadap pemberantasan korupsi. Sepanjang dilakukan menurut hukum, mungkin mengajukan praperadilan, banding, gugatan, itu sah-sah saja. Tapi upaya sistematis untuk melemahkan pemberantasan korupsi dengan cara melumpuhkan KPK itu adalah kemunduran buat bangsa ini," tegas Ruki.

Sementara itu, mantan Deputi Pencegahan KPK Erry Riyana Hardjapamekas menilai Pansus Hak Angket sarat konflik kepentingan. Terutama terkait kasus e-KTP.

"Keterlibatan anggota DPR dalam kasus e-KTP konteksnya dengan hak angket saya pikir ini belum paham betul makna dari conflict of interest, benturan kepentingan. Bagi saya, hak angket atau apa pun tidak jadi masalah. Tapi, ketika ada anggota DPR terlibat reaksinya hak angket, itu adalah kemunduran yang sangat besar. Saya sangat prihatin karena ketidakcerdasan ini membuat kita semua menjadi tidak mengerti apa yang dimaksud mereka. Apakah mereka tidak mengerti atau memang sengaja?" ungkap Erry.

Hal ini diamini mantan pimpinan KPK Zulkarnain. Bahkan ia menyebut hak angket salah sasaran.

"Hak angket ini menurut saya salah sasaran. Ini domainnya bukan domain angket, tapi domain hukum, proses hukum. Proses yudikatif sudah ada domain tersendiri. Pengawasan sudah tersendiri di luar konteks yang dilakukan (DPR), dan KPK, integritas orang-orang di KPK dan lembaganya cukup tinggi," tutur Zulkarnain.

Menurut ingatannya, penilaian laporan keuangan KPK oleh BPK sejak awal bagus. Rekomendasi yang yang diberikan juga tidak substansial. Zulkarnain justru mengkritik balik DPR yang perlu perbaikan.

"Selama menjabat dan pemeriksaan keuangan, sejak awal bagus dari BPK. Catatan kecil itu biasa, tapi tidak substantif dan tidak mendasar. Dan Lakip (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan) KPK bagus, pengelolaan aset bagus oleh Kementerian Keuangan. Harusnya DPR yang perlu diperkuat. Malah kajian kami yang lalu untuk DPR ada potensi-potensi penyimpangan yang harus dibenahi secara internal dan belum ditindaklanjuti," katanya. (nif/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads