"Pada kesempatan ini kami juga menyatakan sikap menolak program full day school yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kami mengapresiasi langkah pemerintah membatalkan Permendikbud dan menggantinya dengan Perpres, namun kami menunggu bukti nyata bahwa permen itu telah dibatalkan," ujar Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siroj di Kantor PB NU, Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2017). PB NU menggelar jumpa pers bersama ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI).
Said mencontohkan anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD) nantinya tidak memiliki kesempatan belajar di madrasah seusai pulang sekolah. Padahal di madrasah anak SD dapat mendalami tata cara membaca Alquran serta beribadah yang baik dan benar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang katanya kalau di kota, anak kecil kalau di SD bapak ibunya tidak ada (ketika pulang sekolah), ditakutkan main-main. Tapi di luar kota, pedesaan, anak-anak sudah terpanggil sendiri, pulang dari SD makan, ganti pakaian, langsung ke madrasah. Itu sudah menjadi bagian dari tradisi yang ada di masyarakat, anak-anak pun bisa senang berangkat ke madrasah," tambahnya.
Menurut Said, madrasah yang ada di desa-desa telah menjadi tradisi dari Islam Nusantara. Ada budaya seperti penutupan masa belajar madrasah yang sangat lekat dengan masyarakat.
"Di akhir pelajaran madrasah pasti ada penutupnya yang biasa disebutnya imtihanan, penutupan pelajaran madrasah, di situ dipamerkan anaknya sudah hafal Alquran berapa surat, anak-anak sudah hafal berapa syair-syair, ada yang bisa pidato, ada yang bisa baca Alquran dengan baik. Orang tuanya, bapak ibunya terharu melihat anaknya tampil dengan baik. Ini kalau nggak ada madrasah nggak ada, nggak ada imtihanan, perayaan akhir nggak ada, akan hilang satu unsur budaya yang sudah melekat di desa. Kalau full day school (lanjut), hilang ini, nggak ada seremonial perayaan pelajaran itu, padahal itu bagian dari Islam Nusantara," pungkasnya. (nvl/tor)











































