"Ada standardisasi dari internasional. Selama ini termasuk panti rehab belum ada standar medis dan sosial. Tahun ini dari Kementerian Kesehatan dan BNN membuat standar," ucap Kepala BNNP DKI Jakarta Brigjen Johnypol Latupeirissa saat dihubungi via telepon, Jumat (7/7/2017).
Standar tersebut harus dijalankan tempat rehabilitasi, baik itu swasta maupun pemerintah. Salah satunya adalah ruang konsultasi bagi pecandu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahyu terlihat ragu saat diceritakan bahwa pasien klinik rehabilitasi ilegal itu hanya diukur tensi dan ditanya kapan terakhir kali menggunakan narkotika. Dia ragu tindakan itu dilakukan oleh dokter.
"Dia dokter bukan?" kata Wahyu sambil tertawa.
Dia makin curiga ketika diberitahukan bahwa pasien bebas memilih tindakan suntik, infus, atau meminum obat tanpa tes. Apalagi kandungan obat juga dirahasiakan dokter itu.
"Kalau dokter kan harusnya dibertahukan," tegas Wahyu.
Wahyu menjelaskan klinik bisa saja melakukan detoksifikasi dengan obat kepada pasien dengan melakukan rehabilitasi medis. Namun, sebelum pasien melakukan detoksifikasi, ada pemeriksaan dari dokter.
"Ada pemeriksaan awal dulu. Itu dilakukan oleh dokter, misal dites urine dulu. Jadi tidak langsung diberikan tanpa tes," ucap Wahyu.
Sebelumnya diberitakan, sebuah klinik di Mangga Besar menawarkan rehabilitasi narkotika bagi siapa pun yang datang. Ditawarkan tiga tindakan untuk pasien yang mengaku menggunakan narkoba.
Dokter tersebut mengatakan, efek dari tindakan, pasien akan tertidur pulas. Setelah itu, pasien akan merasa tenang.
"Bisa diinfus, suntik, atau obat. Infus seharga Rp 600 ribu, suntik Rp 300 ribu, obat Rp 50 ribu, tapi kita jual per dua kapsul," ujar dokter klinik tersebut, Kamis (6/7). (aik/ams)











































