"Penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi oleh DPR dalam rapat paripurna DPR, 27 April 2017 yang diinisiasi oleh permintaan Komisi III DPR ke KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani dikhawatirkan bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani oleh KPK," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/7/2017).
Di tempat yang sama Ketua ILUNI UI Tommy Suryatama mengatakan bahwa penggunaan hak angket ini bisa dianggap sebagai serangan balik koruptor untuk melemahkan KPK. "Pengguliran hak angket di saat proses hukum pemeriksaan kasus e-KTP sedang berlangsung juga dinilai bisa mengarah kepada tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penegakan hukum dan dapat ditengarai sebagai bagian dari serangan balik oleh koruptor untuk melemahkan KPK," kata Tommy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini tuntutan dari ILUNI UI:
1. Menolak dengan tegas intervensi pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan baik dari pemerintah, DPR ataupun partai politik.
2. Menolak semua upaya pelemahan pemberantasan korupsi meliputi dan tidak terbatas pada hak angket dan revisi UU KPK.
3. Mendesak KPK untuk menuntaskan proses hukum kasus korupsi e-KTP dengan menetapkan semua pelaku sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan jaksa sebagai tersangka dengan segera.
4. Mendesak KPK untuk segera menuntaskan proses hukum kasus-kasus korupsi besar lainnya seperti kasus BLBI, Century, Petral, TPPI, Pajak Batu Bara, Pelindo, Reklamasi Teluk Jakarta, Sumber Waras dan lainnya.
5. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap tegas dalam melawan upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan memimpin terdepan dalam agenda penegakan hukum pemberantasan korupsi. (erd/elz)











































