"Awalnya semua berdiri, kemudian pelan-pelan duduk, habis itu tergeletak pingsan. Pak Dodi sempat menyuruh untuk berdoa untuk bertahan," tutur Windi dalam kesaksian di gedung PN Jaktim, Jl Dr Soemarno, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (6/7/2017).
Windi menceritakan kondisi kloset yang penuh sesak karena diisi 11 orang oleh pelaku. Dalam keadaan sesak dan kekurangan oksigen, Windi mengingat almarhum Dodi dan Yanto sempat berusaha merusak pintu agar ada sirkulasi udara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kejadian itu, dia mengaku tak sadarkan diri dan baru mengetahui majikan bersama kedua anaknya telah meninggal.
"Saya pingsan, sadar-sadar sudah di rumah sakit. Di sana saya baru tahu kalau Pak Dodi, Pak Yanto, Pak Tarso, Diona, Dianita, sama Amel itu meninggal," ucap Windi.
Majelis hakim kemudian memanggil saksi berikutnya, Emi (44). Dia bercerita, sebelum disekap bersama korban lainnya, ia sempat mendapat kekerasan fisik.
"Saat kejadian, saya di kamar setrika, tiba-tiba dijambak dari belakang sambil ditodong-todong pakai pistol. Terus bilang, 'Cepat kamu jalan'," ucap Emi.
Emi sempat menunjuk ke salah satu terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan. Namun dia tak begitu mengingat wajah pelaku karena kejadian itu berlangsung cepat.
Saat keterangan Emi dirasa cukup, majelis hakim kemudian bertanya kepada para terdakwa terkait dengan kebenarannya. Salah satu terdakwa, Alfins, mengaku tidak berada di dalam rumah dan berjaga di luar, sedangkan Erwin membantah bahwa dirinya menjambak rambut Emi.
"Saya tidak tahu apa-apa yang di dalam, saya di luar jaga mobil," ucap Alfins.
"Saya nggak menjambak rambut, tapi kalau tarik ke belakang dari ruang setrika, iya benar," ujar Erwin.
Sebagaimana diketahui, perampokan sadis itu terjadi di rumah mewah Nomor 7A di Jalan Pulomas Utara, Jakarta Timur, pada pengujung 2016. Pelaku menyekap 11 penghuni rumah di kamar mandi, 6 di antaranya akhirnya meninggal dunia. (adf/asp)