Keempat saksi tersebut ialah Fitriani (18), Santi (23), Emi (44), dan Windi. Mereke bekerja sebagai pembantu di rumah Dodi pada saat peristiwa nahas itu terjadi.
"Saya lagi di kamar sama Windi. Kemudian keluar ke ruang tamu karena ada suara berisik-berisik. Habis itu kita dikumpulin di ruang tamu, terus dimasukan ke dalam kamar mandi," ujar Fitriani dalam kesaksiannya di Gedung PN Jaktim, Jl Dr Soemarno, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (6/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada ancaman saat dikumpulkan di ruang tamu lalu dimasukan ke kloset?" tanya hakim Gede Ariawan.
"Jangan teriak, kalau teriak ditembak," jawab Fitriani.
Fitriani menceritakan kondisi di dalam kamar mandi begitu sesak dan sulit untuk bernafas karena diisi 11 orang.
"Di dalam penuh sesak, gelap, sempit susah untuk bernafas, karena ada 11 orang di dalam. Ada pak Dodi juga sama Anet juga," tutur Fitriani.
Saat keterangan saksi dirasa cukup, majelis hakim menanyakan kepada ketiga terdakwa. Namun salah satu terdakwa Erwin membantah kesaksian Fitriani, menurutnya pintu kloset sempat terbuka sedikit.
"Tidak langsung ditutup, masih terbuka sedikit. Saya yang jaga di depan," jawab Erwin.
Sebagaimana diketahui, perampokan sadis itu terjadi di rumah mewah Nomor 7A di Jalan Pulomas Utara, Jakarta Timur pada penghujung 2016 lalu. Pelaku menyekap 11 penghuni rumah di kamar mandi, 6 di antaranya akhirnya meninggal dunia. (adf/asp)