"Saya masih belum bisa memahami mengenai hal tersebut karena yang dimaksud dengan kerugian negara itu adalah keuangan yang bersumber dari keuangan negara," ungkap Ahmad Rifai di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Rabu (5/7/2017) usai mendampingi kliennya.
Menurut Rifai, tak sepeser pun duit yang dinikmati Nur Alam, apalagi dari kerugian negara. Bahkan duit tersebut dikembalikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duit yang dimaksud, menurut Ahmad Rifai, telah dikembalikan ke PT Billy Indonesia yang merupakan perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra. Namun Rifai enggan mengungkap berapa nominal yang dikembalikan, "Ya, ya sudah dibalikin," ujarnya menghindar.
Sebelumnya, KPK mengaku telah mengantongi laporan PPATK tentang dugaan rekening 'gendut' Nur Alam. Laporan itu akan menjadi salah satu petunjuk KPK untuk kemudian menjerat Nur Alam dengan sangkaan TPPU.
Nur Alam sendiri sebenarnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di balik penerbitan Surat Keputusan (SK) dan izin terkait sektor sumber daya alam. Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu.
KPK mengatakan Nur Alam telah mengalihkan dana yang diterimanya menjadi sejumlah aset seperti tanah dan bangunan serta mobil. Data mengenai itu pun disebut Syarif telah dikantongi KPK.
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.
Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.
(nif/dnu)











































