"Kami mencoba membuka pandangan hakim konstitusi, bahwa KUHAP menjadi alat penerapan objektif, bukan subjektif," ujar kuasa hukum pemohon, Victor Dedy Sukma, seusai sidang perbaikan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2017).
Victor mengatakan norma di pasal hukum menimbulkan ketidakpastian hukum, terlebih adanya kewenangan subjektivitas dari penegak hukum.
![]() |
"Eksekutorial (putusan majelis hakim) ketika sudah inkrah. Penerapan pasal 193 akan bisa terjadi pada Ahok-Ahok lain dan mungkin kepada kami," ucap Victor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pasal Penahanan Ahok Digugat ke MK |
Victor pun memberi apresiasi atas masukan anggota majelis sidang panel Suhartoyo. Terlebih masukan itu menjadikan permohonan mereka lebih tajam.
"Kami apresiasi, memberikan anjuran menajamkan kembali permohonan kami. Buat kami, tidak ada sudut pandang subjektivitas. Kalau memang bertentangan konstitusi, dalam hal ini bertentangan dengan norma hak asasi manusia, ya kita akan sikat," kata Victor.
Victor juga menampik ada pihak yang menunggangi permohonan mereka ke MK. Gugatan ini dilayangkan ke MK karena pasal terkait memiliki multitasfir dengan kewenangan subjektivitas penegak hukum.
"Kami bukan Sahabat Ahok, kami bukan dari Tim Sahabat atau Teman Ahok, tapi kami dari organisasi advokat muda yang prihatin dengan penerapan pasal 193 ayat 2 huruf a yang ternyata juga dialami oleh Ahok, yang sebagai warga negara punya kedudukan hak konstitusional," ujar Victor.
![]() |
Selama proses penyidikan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak ditahan. Namun ia tiba-tiba ditahan setelah divonis, padahal putusan itu belum berkekuatan hukum tetap.
PN Jakut menahan Ahok berdasarkan Pasal 193 ayat 2 huruf a yang menyatakan:
Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan yang cukup. (edo/asp)