Kasus e-KTP, Yasonna Laoly Penuhi Panggilan KPK

Kasus e-KTP, Yasonna Laoly Penuhi Panggilan KPK

Faieq Hidayat - detikNews
Senin, 03 Jul 2017 10:57 WIB
Menkum HAM Yasonna Laoly (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H Laoly memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Laoly diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Senin (3/7/2017), Laoly datang pada pukul 10.51 WIB. "Nantilah, ya pokoknya nantilah," ujar Laoly sambil bergegas masuk ke lobi KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya mengatakan Laoly diperiksa KPK dalam kapasitas sebagai anggota Komisi II DPR saat anggaran pengadaan e-KTP mulai dibahas di DPR.

"Sejumlah anggota DPR RI yang diduga terkait, mengetahui informasi ataupun yang perlu diklarifikasi kembali terkait indikasi aliran dana, akan diagendakan diperiksa. Sebelumnya, untuk tersangka AA (Andi Agustinus alias Andi Narogong) sudah banyak dari unsur swasta dan birokrasi yang diperiksa," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Minggu (2/7).

Soal kasus ini, Laoly mengaku terkejut namanya disebut dalam persidangan kasus e-KTP karena belum pernah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK. Apalagi saat itu Fraksi PDI Perjuangan mengkritik kebijakan pengadaan e-KTP, yang dimulai pada 2011.

KPK juga sudah pernah memanggil Laoly, namun pemeriksaannya dijadwalkan ulang. Sebab, pemanggilan pemeriksaan berbenturan dengan pekerjaan dan kegiatan resmi Laoly mewakili pemerintah.

"Saya sebagai warga negara yang baik siap dipanggil datang dan sebagai saksi sudah saya sampaikan semua yang saya tahu soal kasus e-KTP kepada penyidik," ujar Laoly dalam keterangannya.

Hari ini KPK juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi dalam kasus e-KTP, yakni Ade Komarudin dan Netty Marliza. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong.

Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Yasonna diduga menerima duit sebesar USD 84 ribu hasil dari korupsi e-KTP. Namun jaksa tidak menyebut kapan Yasonna menerima uang tersebut.

Sedangkan dua terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto, dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Keduanya diyakini jaksa terbukti menerima sejumlah uang terkait dengan proyek e-KTP, baik dalam bentuk dolar maupun rupiah.

Sementara itu, terdakwa Sugiharto, selaku anak buah Irman di Ditjen Dukcapil Kemendagri, dituntut dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Berdasarkan fakta di persidangan, menurut jaksa, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri menerima uang terkait e-KTP sejumlah USD 573.700, Rp 2.298.750.000, dan SGD 6.000. Sedangkan terdakwa Sugiharto, disebut jaksa, terbukti menerima uang sejumlah USD 450 ribu dan Rp 460 juta.

Uang tersebut diterima Irman dan Sugiharto karena menyalahgunakan wewenang dengan posisi sebagai pejabat Kemendagri. Termasuk mengarahkan pemenangan lelang proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun, yang akhirnya dimenangi konsorsium PNRI. (fai/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads