Pencabulan Mahasiswi UPI Bermodus Kawin Mut'ah

Pencabulan Mahasiswi UPI Bermodus Kawin Mut'ah

- detikNews
Selasa, 03 Mei 2005 11:41 WIB
Bandung - Kisah dugaan pencabulan terhadap seorang mahasiswi UPI, sebut saja Melati, oleh seorang ustadz dari pesantren terkenal di Bandung berinisial AR bermodus baru. AR menggunakan modus 'kawin mut'ah' (kawin kontrak). Kisah pencabulan terhadap Melati ini lengkap direkam oleh Tim Investigasi yang dibentuk Rektor UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Melati yang menceritakan sendiri kisah yang terjadi pada November 2003 itu. Kisah ini juga telah didiskusikan oleh tim investigasi dan para dosen UPI. Salah seorang dosen UPI yang tidak mau disebutkan namanya mengisahkan kesaksian Melati ini saat ditemui di kampus UPI, Jl. Setiabudi, Bandung, Senin (2/5/2005) kemarin. Kasus ini bermula pada November 2003. Kala itu, dirinya sedang kalut. Saran kawan kuliahnya, Melati diminta melakukan konseling agama di Pondok Pesantren yang diasuh kiai kondang di dekat kampus UPI. Melati setuju dan bertemu dengan seorang ustadz berinisial AR. Singkat kata, menurut ustadz yang biasa menemani pimpinan ponpes saat ceramah itu, Melati dinilai punya masalah yang berat dan rumit. Kata, ustadz itu, Melati tidak cukup hanya 1-2 kali konseling. AR juga menyarankan pemulihannya di tempat lain, bukan hanya di ponpes. "Nanti saya kabari. Pengobatannya harus di atas," kata Melati menirukan omongan AR ketika itu, saat mengisahkan kasusnya kepada tim investigasi UPI. Belum jelas, apa yang dimaksud dengan 'di atas' yang disampaikan AR itu. Tapi, suatu hari, Melati dan AR bertemu di Klinik UPI dekat Markas Koramil Gegerkalong, Bandung. Melati dibonceng AR dengan menaiki sepeda motor dan dibawa ke Hotel Anugrah, Lembang. Tampaknya, inilah yang dimaksud 'di atas' yang disampaikan AR sebelumnya. Hotel Anugrah ini memang terletak di perbukitan Lembang. Dari Kampus UPI, untuk menuju hotel ini, jalan yang dilalui memang naik turun. Setelah sampai di hotel, AR lantas mendapatkan kunci kamar dari satpam hotel, tanpa melalui resepsionis hotel. Dan di hotel inilah, kisah pencabulan ini terjadi. Dalam kronologi yang disampaikan Melati, saat itu AR membacakan sesuatu, seperti rapalan-rapalan. Setelah dibacakan itu, Melati merasa setengah sadar. AR lantas dengan sigap membuka satu persatu kancing pakaian Melati. Dalam keadaan setengah sadar itu, Melati sempat memberontak dan menolak. Tapi, AR terus mendesak. "Kalau mau sembuh, ya harus begini," ungkap AR yang akhirnya bisa menguasai tubuh Melati. Tindakan asusila itu tidak berlangsung lama. Melati menangis dan depresi. AR lantas memberi uang sebesar Rp 50 ribu kepada Melati. Dan saat memberikan uang itu, AR mengatakan kepada Melati bahwa dirinya sudah dinikahi secara mut'ah (kawin kontrak). Kisah perkosaan itu membuat Melati bertambah depresi. Dia tidak kuat menanggung bebannya seorang diri. Kemudian, berceritalah Melati kepada orang tuanya. Seminggu kemudian, keluarga Melati menemui AR di pondok pesantren itu. Orang tua Melati protes terhadap tindakan AR kepada anaknya itu. Dan saat itu, AR berjanji tidak akan menelantarkan nasib Melati. AR pun menikahi Melati. Tapi, pernikahan itu tidak berjalan lama. Seminggu kemudian, AR menceraikan Melati. Saat menceraikan, AR memberi uang kepada Melati sebesar Rp 800 ribu. Perceraian itu membuat Melati tambah depresi. Di kelas, Melati tampak lesu dan sedih. Seorang dosen di jurusan Sastra Inggris sempat menyediakan jadwal kuliah khusus. "Asisten membantu dia. Tapi, dia hanya ikut setengah semester saja," tutur dosen ini. Menurut sang dosen, permasalahan yang menimpa Melati ini sudah merupakan tindakan kriminal. Dia meminta agar masalah ini harus diselidiki kebenarannya. Menurut dia, kasus yang menimpa mahasiswinya itu harus dibuktikan secara hukum. "Saya tidak tahu kebijakan rektor sudah cukup atau belum. Menurut saya, rektor harus bertemu pimpinan pesantren itu. Saya kira pimpinan pesantren itu cukup bijak," kata dosen yang tidak mau disebutkan namanya saat ditemui detikcom di Kampus UPI, Jl. Setiabudi, Bandung. Sementara itu, Fahruz, mahasiswa pasca sarjana Jurusan Sastra Inggris UPI Bandung, menceritakan Tim Investigasi UPI sebenarnya sudah bertemu pimpinan pesantren itu. Fahruz memang dekat dengan Toto Suryana, ketua tim investigasi. Namun, dalam pertemuan itu, pimpinan pesantren cukup terkejut dan tidak percaya atas hal ini. Pimpinan pesantren mempersilakan kasus ini dibuka ke publik, asal disertai dengan bukti-bukti yang kuat. (asy/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads